Jumat, 10 Juli 2009

Christian World View
oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.
Pembahasan tentang Christian World View (seterusnya disingkat CWC) biasanya mencakup dua sisi:
1. Mayoritas theolog dan filsuf Kristen memfokuskan pada validitas CWV dibandingkan dengan world view yang lain. Validitas ini didasarkan pada kekuatan argumentasi rasional CWV. Pendekatan ini bernuansa apologetis dan dalam konteks pluralitas keyakinan (atheisme, pantheisme, panentheisme, deisme, empirisme, skeptisisme, dll).[1]
2. Sebagian kecil lebih menyoroti signifikansi dan implikasi CWV dalam berbagai bidang kehidupan orang percaya.
Sesuai dengan permintaan Panitia Retreat, pembahasan dalam tulisan ini lebih diarahkan pada poin kedua. Pembahasan pun tidak mencakup semua aspek world view, tetapi hanya difokuskan pada world view tentang Allah.
Definisi
Secara sederhana world view dapat didefinisikan sebagai “how one views or interprets reality...it is the framework through which or by which one makes sense of the data of life.[2] Definisi ini sebenarnya jauh dari memadai. Beberapa usulan definisi lain yang telah diajukan ternyata juga belum mencakup semua aspek dari world view. Paling tidak dibutuhkan beberapa kalimat atau satu kalimat panjang untuk menyentuh semua esensi world view. Beberapa kata yang dipakai bahkan masih membutuhkan elaborasi lanjut. Demi mencapai pemahaman yang komprehensif dan tidak bias, world view lebih baik diterangkan melampaui kapasitas definisi. Artinya, pembahasan sebaiknya lebih diarahkan pada karakteristik world view:[3]
1. World view memiliki tujuan yang holistik: mencoba melihat setiap area kehidupan dan pemikiran dalam suatu cara yang integratif.
2. World view merupakan pendekatan yang bersifat perspektif: melihat hal-hal dari titik pandang yang sudah diadopsi sebelumnya yang sekarang menyediakan kerangka integratif. World view lebih mendasar daripada presuposisi. Dalam istilah James W. Sire,world view adalah “basic presuppositions.”[4]
3. World view memiliki proses eksplorasi: mengarahkan hubungan antara satu area dengan area yang lain ke suatu perspektif yang terpadu.
4. World view bersifat pluralistik: perspektif dasar dapat diartikulasikan dalam beberapa cara yang berbeda.
5. World view memiliki tindakan sebagai hasilnya: apa yang dipikirkan dan dinilai membimbing apa yang akan dilakukan.
Setiap orang pasti memiliki world view terlepas dari (1) orang tersebut menyadari atau tidak bahwa ia memilikinya; (2) orang tersebut memahami pengertian world view atau tidak; (3) world viewtersebut benar atau tidak; (3) world view tersebut terintegrasi atau tidak. Presuposisi-presuposisi dalam sistem world view biasanya bersifat interdependensi. Pendeknya, tidak ada satu area kehidupan pun yang tidak bersentuhan dengan world view, meskipun implikasi tersebut kadangkala sangat jauh. Contoh: perdebatan tentang aborsi sangat ditentukan oleh perspektif seseorang tentang Allah sebagai pencipta dan nilai manusia.
Keutamaan Posisi Allah dalam CWV
Keutamaan Allah dalam CWV terlihat dengan jelas dari hal-hal berikut:
1. Alkitab dimulai dengan suatu topik yang dianggap menjadi dasar pembahasan semua world view, yaitu Allah dan alam semesta sebagai ciptaan-Nya (Kej 1:1).
2. Alkitab pada dasarnya merupakan pewahyuan tentang eksistensi dan atribut Allah – suatu topik yang mendasari seluruh bangunan world view seseorang.
3 Kata benda yang paling sering muncul dalam Perjanjian Baru adalah kata theos (Allah), yaitu sebanyak 1317 kali.[5] Lebih dari 40% di antaranya muncul dari pena Paulus, seorang yang sangat mempengaruhi world view Kristiani.[6]
4. Hampir semua buku doktrin, terutama tulisan theolog Reformed, selalu diawali dengan pembahasan tentang Allah atau Alkitab sebagai wahyu Allah.[7] Konsep tentang Allah dianggap menjadi dasar bagi doktrin-doktrin yang lain.
5. Kultur dan perkembangan sains, terutama di dunia Barat, sangat dipengaruhi oleh konsep tentang Allah dan alam semesta di Kejadian 1:26-28 (kontras pantheisme agama kuno dan dualisme Yunani).
Implikasi CWV yang Theosentris
Membicarakan CWV tentang Allah merupakan sesuatu yang kompleks.
(1) Dari sisi kemungkinan pengenalan Allah, CWV tentang Allah merupakan kontras dengan agnostisisme, skeptisisme, relativisme, empirisisme, eksistensialisme, dll.
(2) Dari sisi kemungkinan eksistensi Allah, CWV berbeda dengan atheisme.
(3) Dari sisi personalitas “Allah”, CWV berbeda dengan pantheisme, dan panenteisme.
(4) Dari sisi relasi dengan ciptaan, CWV berbeda dengan deisme dan dualisme Yunani.
(5) Dari sisi pewahyuan yang lebih progresif, CWV berbeda dengan ajaran Yudaisme maupun Islam.
Sisi terakhir inilah yang paling relevan dengan topik retreat kali ini. Namun, perbedaan yang ada juga cukup melimpah dan kompleks. Untuk menghemat ruang dan waktu, CWV tentang Allah hanya akan dibatasi pada Pengakuan Iman Rasuli “Aku percaya kepada Allah yang mahakuasa, khalik langit dan bumi”. Secara verbal beberapa bagian dari pengakuan tersebut memang sama dengan konsep Yudaisme dan Islam, tetapi penjelasan di baliknya memberikan kekhususan CWV.[8]
1. Aku.
Kredo memang dimaksudkan untuk diproklamasikan bersama-sama dengan gereja seluruh dunia (atau minimal gereja-gereja pada waktu itu yang menghadapi ajaran sesat), namun kredo tersebut tetap harus menjadi pengakuan pribadi (“aku”, bukan “kami”).
2. Aku percaya kepada Allah.
Percaya dapat memiliki beragam konotasi. Mempercayai sesuatu yang tidak berpribadi hanya melibatkan segi kognitif, misalnya percaya bumi adalah bualt atau Indonesia akan bertambah maju. Makna ini akan berubah jika dikaitkan dengan objek yang berpribadi, misalnya aku percaya pacarku. Percaya terakhir ini selain melibatkan kognisi (berdasarkan pengalaman pacar tersebut selalu berkata jujur atau kompeten) juga melibatkan relasi. Makna ini akan bertambah dalam jika objek kepercayaan adalah Allah yang berpribadi, karena relasi yang ada sifatnya tidak setara. Kepercayaan kepada Allah berarti memposisikan diri pada relasi sebagai umat yang sangat bergantung dan berfokus pada Allah.
3. Aku percaya kepada Allah Bapa.
Predikat “Bapa” di sini harus dimengerti dalam konteks Tritunggal. Tritunggal adalah setara, tetapi dalam relasi ke-Tritunggalan Pribadi ke-1 disebut “Bapa” dalam hubungan dengan Pribadi ke-2. Poin ini menjadi ciri khas Kekristenan dan sangat fundamental: semua Alkitab merupakan wahyu tentang Allah à Yesus adalah puncak wahyu Allah (Yoh. 1:18; Ibr. 1:1-3) à iman kepada Yesus hanya dimungkinkan melalui pekerjaan Roh Kudus (Yoh. 16:8; 1Kor. 2:10-16).
4. Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa.
“Mahakuasa” tidak berarti bisa melakukan apa saja. Allah tidak bisa melakukan sesuatu yang kontradiktif dan tidak masuk akal (karena pasti salah). Ia juga tidak bisa melakukan hal-hal yang bertentangan dengan naturnya, misalnya berdusta (Bil 23:19; 1Sam 15:29). “Mahakuasa” berarti Ia bisa melakukan apa pun yang Ia ingin lakukan (Mzm 135:6). “Apa pun” di sini mencakup segala hal (spiritual, historis, sains, dll), tetapi dibatasi oleh frase “yang Ia inginkan” (yang diinginkan Allah pasti benar).
5. Aku percaya kepada Allah Bapa yang mahakuasa, khalik langit dan bumi.
Frase “khalik langit dan bumi” mengingatkan manusia pada tiga hal penting: (1) alam semesta diciptakan untuk kepentingan (kemuliaan) Allah; (2) alam semesta adalah milik Allah, sehingga manusia harus memelihara dan memakainya untuk kemuliaan Allah; (3) manusia juga merupakan salah satu milik Allah. Sebagai ciptaan manusia tunduk secara total kepada Allah sebagai Pencipta (Rm. 9:14-21).

Kamis, 09 Juli 2009

TRAIN TO LISTEN TO GOD'S WORD

oleh: Pdt. Effendi Susanto, S.Th.
Nats: Titus 2:11-15, 3:8, Kolose 3:16
Minggu lalu saya sudah memperlihatkan bagaimana surat Titus memiliki keindahan dan mutiara yang penting ditulis oleh Paulus kepada Titus, seorang hamba Tuhan muda yang diutus untuk menggembalakan satu gereja Tuhan yang ada di wilayah Kreta. Wilayah itu adalah satu wilayah yang sangat sulit luar biasa. Kalau saudara mempelajari latar belakang Kreta, saudara akan menemukan ini adalah satu wilayah yang dianggap hina dan berbudaya sangat rendah sekali bagi orang-orang Romawi. Itu sebab muncul slogan ini, “Orang Kreta adalah pembohong, pemalas dan berotak kosong.” Tidak ada aspek yang baik dari orang Kreta. Kepada orang Kristen yang tinggal di situ, Paulus menekankan: Engkau adalah orang Kristen, walaupun engkau adalah orang Kreta, jangan menjalani hidup yang akhirnya membuktikan slogan itu benar. Engkau harus menjadi orang Kristen yang mengalami transformasi dan perubahan. Pertama, jangan hidup dengan stereotype seperti ini. Jangan buktikan bahwa stereotype ini menjadi benar di dalam hidupmu. Maka, kata Paulus, stop dan berhenti mendengarkan suara-suara negatif seperti ini di dalam hidupmu. Orang bisa menuduh saudara tidak bisa berubah, sudah dari sananya begitu, tetapi jangan dengarkan apa kata mereka.
Yang kedua, Paulus kemudian membicarakan hal yang lebih penting dan lebih dalam. Ada kuasa perubahan yang sudah tinggal dan diam di dalam hidupmu. Kuasa itu tidak akan tinggal diam. Dia pasti akan mendatangkan kuasa transformasi, itulah yang merubah hidup kita dari orang yang tadinya tidak percaya menjadi orang percaya. Dulu kami juga seperti itu, kata Paulus, tetapi karena kasih karunia keselamatan Kristus yang sudah menebus kita, kita adalah manusia baru. Engkau memang orang Kreta, tetapi engkau adalah manusia baru di dalam Allah. Ada kuasa transformasi yang terjadi padamu.
Yang ketiga, kuasa transformasi itu bekerja melalui beberapa hal ini. Tit. 2:12-13 memperlihatkan Tuhan mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan itu. Tidak dikatakan, “mari kita meninggalkan…” tetapi Tuhan mendidik dan mendisiplin kita sehingga tindakan dan sikap kita melawan segala pencobaan, meninggalkan hal-hal yang tidak baik, hal-hal yang bisa mengganggu dan mengganjal pertumbuhan rohani kita membutuhkan means of grace yang penting sekali yaitu disiplin di dalam pertumbuhan rohani. Pada waktu kita bicara mengenai training, mengenai pendidikan, maka itu tidak akan terjadi seketika saja.
Hai orang Kreta, engkau sudah menjadi orang Kristen, engkau bisa berubah. Kepada jemaat yang tinggal di sana, Paulus mendorong mereka untuk hidup di dalam self control, belajar menjadi orang Kristen yang berbuat baik, dsb. Tetapi saya ingin mengajak saudara melihat kepada satu sisi yang lain, di mana Paulus mengutus Titus. Banyak penafsir mengatakan Paulus adalah seorang yang luar biasa dalam hal ini. Dia mengutus Timotius ke Efesus tetapi dia mengutus Titus ke Kreta. Kalau ini di balik mungkin akan timbul banyak kesulitan, karena Timotius agak sedikit lebih timid, lebih pemalu, lebih sopan dan sedikit sungkanan. Tetapi Titus mungkin sedikit lebih bold, lebih tegas dan lebih berani. Maka Paulus mengutus Titus ke Kreta karena jemaat ini membutuhkan pemimpin yang tegas dan bisa membawa mereka kepada perubahan.
Namun dari sisi Titus yang diutus masuk ke satu wilayah yang berkondisi seperti itu betapa sulit dia rasakan. Saudara dan saya akan setuju, kita mau berubah, kita mau hidup kita mengalami transformasi, tetapi kadang-kadang terasa lambat dan kita tidak melihat hasilnya sehingga menyebabkan kita menjadi kendor dan kita menjadi kecewa terhadap diri kita sendiri. Nampaknya kondisi seperti itu dialami oleh Titus dan juga oleh Timotius. Dalam suratnya kepada Titus, Paulus berkali-kali menasehati dia, “Titus, beritakanlah… katakanlah terus, jangan putus asa, jangan takut, jangan kecewa, jangan melihat nampaknya seolah-olah apa yang kukatakan tidak memberikan efek perubahan kepada mereka.” Tit.1:9 Paulus bilang, pegang baik-baik perkataan dan ajaran yang benar dan nasehati mereka dengan ajaran itu. Kemudian diulang oleh Paulus di pasal 2:1, beritakan ajaran yang sehat dan benar. Dan 2:15, beritakan semua ini, nasehati dengan segala kewibawaan. Dan sekali lagi Paulus ulang di pasal 3:8 preach the Gospel. Buat mereka mengerti dengan sungguh.
Kenapa Paulus berulang-ulang mengatakan kalimat ini? Dari sisi Titus sendiri, mungkin Titus merasa tidak ada faedahnya mengajar, mendidik dan meminta jemaat Kreta untuk berubah karena perubahan itu belum kelihatan. Mungkin ada perasaan kecewa padanya. Maka di pasal 3:8 Paulus memberikan nasehat kepada Titus, mungkin engkau takut, kecewa dan putus asa, tetapi apa yang kukatakan ini adalah hal yang benar. Maka yakinkan dan kuatkan dirimu. Beritakan saja, maka engkau akan melihat perubahan itu akan terjadi pada diri mereka. Firman ini adalah kebenaran yang berguna bagi mereka. Kenapa Paulus sampai menekankan kalimat ini? Berarti dengan kata lain, Titus merasa berada di tengah-tengah orang Kristen di Kreta, influence dan pengaruh kehidupan orang Kreta terlalu besar sehingga orang-orang Kristen di situ tidak mengalami transformasi dan perubahan. Paulus bilang, firman ini adalah kebenaran dan profitable untuk mereka. Jangan pernah merasa sia-sia.
Bagi hamba Tuhan, kalimat Paulus ini sangat memberi berkat karena kadang-kadang kita bisa kecewa, kita bisa undur, kita merasa sudah berusaha dengan keras agar orang-orang yang kita layani, ataupun itu anak kita, ataupun mungkin diri kita sendiri kita ingin mengalami transformasi tetapi itu tidak terjadi, sehingga kita menjadi undur dan kecewa.
Ray Crock, pendiri dan pemilik perusahaan McDonalds mengatakan, “aku menemukan begitu banyak orang yang bertalenta tetapi orang yang bertalenta itu belum tentu sukses di dalam hidupnya. Aku menemukan begitu banyak orang yang berpendidikan tinggi tetapi pendidikan yang tinggi itu belum tentu membuatnya sukses. Apa yang membedakan orang yang sukses dan yang tidak sukses bukanlah talenta dan pendidikannya tetapi apakah dia memiliki persistence dan perseverance di dalam dirinya.” Ini adalah dua hal yang tidak pernah diajarkan di bangku sekolah, tetapi itu bisa terjadi di dalam pengalaman orang-orang sukses. Apa itu pengalaman? Pengalaman bukanlah sesuatu yang terjadi berulang-ulang di dalam hidup kita. Pengalaman menjadi satu pengalaman kalau sesudah sesuatu terjadi kita belajar darinya, itu baru namanya pengalaman. Persistent dan konsisten, itu dua hal yang perlu kita miliki untuk bisa berhasil memiliki perubahan di dalam hidup kita.
Paulus berulang kali mengingatkan Titus, pekerjaanmu sebagai hamba Tuhan di situ tidak lain dan tidak bukan adalah memberikan firman yang benar kepada mereka. Sampaikan dengan penuh wibawa, dengan kesungguhan, kuatkan dirimu sendiri karena kadang kala engkaupun bisa lemah. Tetapi jangan lupa, firman itu memiliki manfaat yang luar biasa. Melalui itu, memberikan perubahan kepadamu dan kepada mereka. Kepada Timotius, Pauluspun berkali-kali mengulangi nasehat seperti ini. Dalam 1 Timotius 1:5, 4:6, 4:11, 4:16, 6:2b; 2 Timotius 2:2, 2:15, 4:1-2 Paulus mengingatkan Timotius, kadang-kadang di dalam pelayananmu engkau bisa down, kecewa dan putus asa, melihat dirimu dan melihat orang yang kau layani tidak mengalami progres dan pertumbuhan, tetapi belajar persistent dan konsisten terus-menerus tekun mendengar, memberitakan dan mengajarkan firman Tuhan.
Hari ini saya akan menekankan bagaimana kuasa itu bekerja di dalam hidup kita. Hanya memiliki keinginan untuk berubah, tetapi tidak menggunakan seluruh instrumen yang mendatangkan perubahan, itu belum cukup membuat perubahan itu terjadi. Keinginan itu baik adanya, tetapi kita membutuhkan alat, tools, instrumen yang bisa membantu kita mewujudkan perubahan itu. Maka di dalam Reformed Theology kita mengenal istilah “Means of Grace.” Kita percaya keselamatan itu adalah anugerah Allah semata-mata dan tidak ada campur tangan pekerjaan kita, perbuatan baik kita, bukan itu yang membuat kita diselamatkan. Tetapi anugerah Allah disalurkan kepada manusia memerlukan “means of grace,” sarana-sarana yang membuat anugerah itu bisa tiba kepada kita. Maka di dalam Reformed Theology kita mengatakan keselamatan itu adalah anugerah Allah yang datang kepada kita melalui iman. Bukan iman itu yang menyelamatkan kita, tetapi iman itu adalah sarana anugerah Allah.
Seperti orang yang tenggelam yang menggapai minta pertolongan dan selamat ketika ada tangan terulur dari atas untuk menyelamatkan dia. Yang menyelamatkan dia keluar dari air adalah tangan yang terulur dari atas, bukan tangan yang menggapai dari bawah. Tetapi keselamatan bisa datang kepadanya membutuhkan tangan itu menggapai meraih tangan yang terulur tadi. Tetapi sampai di sini kita mesti hati-hati, karena banyak orang berpikir keselamatan itu berarti kerja sama antara tangan Tuhan yang terulur dan tangan saya yang menggapai. Itu adalah konsep yang keliru. Tangan saya tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk menyelamatkanku. Tangan itu hanya menggapai keluar untuk menerima. Maka itu yang disebut sebagai “means of grace.” Ada orang mengatakan kalau memang Allah mau menyelamatkan, Allah bisa menolong saya keluar dari air, kalaupun saya tidak mau menggapaikan tangan saya? Kita akan mengatakan orang itu bodoh bukan main, bukan? Kita tidak akan menganggap remeh pertolongan Tuhan itu, dan sebaliknya kita akan berterima kasih karena Dia sudah menyelamatkan kita.
Maka hari ini kita akan belajar “means of grace” yang pertama menjadi sarana Tuhan mendatangkan transformasi dan perubahan di dalam hidup kita itu membutuhkan disiplin untuk terus mendengarkan suara kebenaran firman Tuhan. Tuhan Yesus pun berkali-kali mengatakan, “Barangsiapa bertelinga, hendaklah ia mendengar..” Lagu yang kita nyanyikan juga mengingatkan kita dengan indah sekali, “Open my ears that I may hear voices of truth Thy sendest clear. And while the wave notes fall on my ear, everything falls will disappear.” Banyak kali kita mendengar ajaran-ajaran dan kalimat-kalimat yang tidak benar, lalu bagaimana kita bisa membuat apa yang tidak benar itu menghilang dari telinga kita? Listen to the truth of God’s word.
Berapa banyak orang Kristen sudah menjadi orang Kristen sekian lama, tetapi pada waktu disuruh membaca dan membuka Alkitab, kita tidak mengetahui dan mengerti ayat-ayat itu? Berapa banyak orang Kristen sudah begitu lama menjadi orang Kristen tetapi terus-menerus menjadi malnutrition, menjadi bayi-bayi Kristen yang tidak mengalami pertumbuhan? Kita mungkin tidak bisa mencegah tubuh fisik kita terus berkembang dan mengalami pertumbuhan, tetapi mungkin tanpa sadar kita sudah mencegah pertumbuhan spiritual dan rohani kita. Salah satunya adalah dengan menyumbat saluran means of grace datang kepada kita. Bukan anugerah Allah itu tidak cukup dalam hidupmu, tetapi mungkin saluran yang dipakai menjadi saluran yang tersumbat dan tidak bisa mengalirkan anugerah itu dengan deras. Buatlah firman Allah itu menjadi kaya di dalam hidupmu. Kenapa? Jawabannya simple sekali, karena saudara dan saya tidak tinggal di dalam dunia yang netral. Seorang hamba Tuhan mengatakan, “Our world is not only our playground, our world is also our battleground.” Kita tinggal di dalam dunia, kita mendengarkan banyak sekali suara-suara yang lain yang bisa menyesatkan kita. Bagaimana suara-suara yang tidak benar itu bisa hilang dari diri kita? Bukankah dia akan terus datang mempengaruhi hidup kita?
Maka tools yang pertama adalah train to listen to the word of God.
Di dalam perumpamaan Tuhan Yesus kita melihat begitu jelas, firman itu bisa datang dan disambut dengan gembira oleh orang. Tetapi si Jahat bisa datang merebutnya. Suara kekuatiran dan tipu daya dari dunia ini bisa merebut dan mencekik benih itu sehingga tidak bisa berbuah di dalam hidup kita. Dengan kata lain kita hidup di dalam dunia yang terlalu banyak suara-suara yang bisa menakutkan kita. Semua analisa ekonomi yang saudara baca dan dengar, saya percaya tidak ada satupun yang memberikan hal yang positf, bukan? Semua melihat dengan gloomy dan membuat kita takut dan kuatir. Kita tidak bisa mencegah dan tidak bisa mengabaikan suara-suara itu datang kepada kita. Lalu bagaimana kita bisa menghapus dan membuat suara-suara itu tidak melengket di dalam pikiran kita? Memang kita tidak mungkin bisa melepaskan diri dari begitu banyak suara-suara yang salah dan negatif di sekitar kita, tetapi itu akan menghilang ketika kita dengan tenang mendengarkan suara firman Tuhan. Saya ingin bertanya kepada saudara, berapa besar kerinduan saudara tahun ini menjadi tahun di mana saudara sungguh-sungguh mau mendengar dan membaca firman Tuhan? Khotbah bukanlah akhir dari firman Tuhan berbicara kepadamu. Khotbah justru menjadi awal di mana kita merenungkan dan memikirkan firman Tuhan itu sepanjang minggu. Bukan itu saja, setiap pagi atau pada malam hari, ketika kita mendengarkan dan merenungkan firman Tuhan, itu akan membersihkan semua suara-suara negatif yang ada di pikiranmu. Terus simpan kalimat-kalimat yang negatif, pikiran-pikiran yang tidak benar, hal-hal yang tidak baik, terus masuk di dalam pikiran kita, semua itu akan mencekik hatimu. Bagaimana itu semua bisa hilang kalau suara firman Tuhan yang benar tidak pernah kita dengar lebih banyak dan lebih sering?
Kepada Timotius dan Titus yang menghadapi jemaat yang berada di dalam kondisi seperti itu, kalian sendiri mungkin mengalami perasaan kecewa dan putus asa, kata Paulus. Tetapi terus beritakan, sampaikan firman yang benar, biar itu menjadi aliran air yang menyucikan hal-hal yang tidak benar di dalam hidup kita.
Saudara ingin bertumbuh, saudara perlu disiplin merenungkan firman Tuhan. Saudara perlu disiplin membaca firman Tuhan. Saudara perlu disiplin mendengarkan khotbah yang benar. Khotbah tidak boleh berhenti sampai di sini. Masukkan ke dalam hatimu, kita pulang dan merenungkan apa yang ingin Tuhan sampaikan yang akan mendatangkan satu perubahan bagimu. Kalau saudara terus menyimpan pikiran dan hal-hal yang negatif, percayalah kepada saya, pada malam hari saudara baca firman Tuhan, maka suara kebenaran firman Tuhan akan membersihkan pikiran negatif itu. Tetapi kalau saudara terus membiarkan pikiran itu mengganggu dan mengganjal hari demi hari, mungkin kita tidak mendengar perkataan firman yang benar lagi. Hari ini saya minta saudara dengan sangat dan sungguh, sama seperti Paulus meminta dengan sangat dan sungguh kepada Timotius, dalam keadaan baik ataupun tidak baik, suka ataupun tidak suka, siap ataupun tidak siap, ingin ataupun tidak ingin berkhotbah, engkau harus terus memberitakan kebenaran firman Tuhan. Sama dengan kita, kita mungkin tidak suka, kita enggan, hati lagi tidak enak, kita harus terus silently to listen to the word of God. Ada bapak bertengkar dengan isterinya dalam perjalanan ke gereja, akhirnya memilih tidak masuk kebaktian karena hati masih kesal. Ada isteri tidak mau ikut perjamuan kudus karena masih marah sama suaminya. Itu semua salah. Karena saudara dan saya tidak bisa mencegah ada hal-hal yang tidak baik terjadi. Saudara dan saya tidak bisa mencegah ada kemarahan yang timbul dalam hati kita. Saudara dan saya tidak bisa mencegah ada kekuatiran datang menghantui hatimu. Tetapi semua itu hanya bisa dihapus dan dihilangkan pada waktu saudara mendengar suara Tuhan dengan tulus dan penuh cinta mengangkat dan meneguhkan dan menumbuhkan hidup saudara. Firman itu akan memenuhi seluruh hati kita sehingga pelan-pelan hal-hal yang tidak baik, yang negatif dan salah itu pelan-pelan terhapus. Bagaimana meninggalkan hal-hal yang duniawi? Bagaimana meninggalkan kefasikan? Belajar dididik oleh Tuhan. Salah satu disiplin rohani yang saya inginkan bagi saudara tahun ini menjadi sungguh-sungguh di hadapan Tuhan dengar firman Tuhan.
Saudara menjadi guru sekolah minggu, saya harap jangan abaikan kebaktian. Berbakti baik-baik kalau tidak mengajar. Menjadi orang tua, mungkin bergiliran menjaga anak. Tetapi jangan mengabaikan untuk berbakti silently mendengar firman Tuhan. Dan bukan saja di sini, selesai kebaktian, saudara pulang, saya minta dengan sangat untuk saudara punya waktu di hadapan Tuhan belajar merenungkan firman Tuhan.
Yang kedua, kata Paulus, bukan saja dunia ini tidak netral dan saudara secara konstan mendengarkan suara-suara yang lain, suara-suara itu hanya bisa dihapus dengan derasnya firman Tuhan yang dahsyat membersihkan semua, tetapi juga karena firman Tuhan ini adalah firman yang mendatangkan kegunaan dan pembaruan kepada orang-orang yang mendengarkannya. Di satu pihak, itu berarti kepada setiap orang yang berkhotbah jangan pernah jadikan khotbah itu sekadar tugas saja, tetapi jadikan itu sebagai satu momen di mana Tuhan berbicara dan berkata-kata kepada orang-orang yang hadir pada hari ini. Sebab firman ini adalah firman yang merubah dan mentransformasi orang yang percaya. Pada waktu kita datang di hadapan Tuhan, mari kita datang dengan hati yang tulus dan mau menjadikan firman yang kita dengar menjadi firman yang mendatangkan kegunaan, perubahan dan pembaruan di dalam hidup kita.
Tools yang kedua, train to walk in the Spirit.
“Hiduplah oleh Roh maka pastilah kamu tidak hidup mengikuti keinginan daging” (Gal. 5:16). Ini adalah dualisme yang tidak mungkin terjadi bersamaan. Walk in the Spirit. Transformasi terjadi, pendidikan itu terjadi karena bukan saja kita belajar mendengar firman Tuhan dengan benar, tetapi kita hidup di dalam pembaharuan oleh Roh Kudus. Train to walk in the Spirit. Kita dididik supaya kita bisa meninggalkan kefasikan dan segala kejahatan dan nafsu dunia, walk in the Spirit maka kita tidak akan berjalan mengikuti nafsu kedagingan. Ini akan saya bahas lebih mendetail minggu depan.(kz)
Mempertahankan Keilahian Kristus dalam Kebenaran Firman

Seminar Pemuda GKKA Tenggilis, 19 Mei 2007
oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.

Pendahuluan
Keilahian Kristus selalu menjadi fokus perdebatan sepanjang zaman. Selama Yesus ada di dunia, keilahian-Nya sudah menimbulkan kontroversi. Klaim dan tindakan-Nya yang menyamakan diri dengan Allah beberapa kali dianggap penghujatan (Mat. 9:2-3//Mrk. 2:5-7//Luk. 5:20-21; Mat. 26:64-65; Yoh. 5:18; 10:30-33). Pada masa gereja mula-mula, para rasul berjuang untuk menangkis berbagai ajaran sesat yang meragukan inkarnasi (1Yoh. 4:1-6) maupun keilahian Yesus (1Yoh. 5:1-5). Kontroversi terus berlanjut pada masa pasca rasuli. Gereja Timur dan Barat berdebat tentang hakekat keilahian Kristus dalam kaitan dengan keilahian Bapa. Gereja Timur berpendapat bahwa keilahian Kristus mirip (homoiousios) dengan Bapa, sedangkan Gereja Barat menganggap sama (homoousios) dengan Bapa. Selain itu, gereja juga harus menghadapi berbagai bidat yang menolak keilahian Kristus, misalnya Arianisme (Yesus adalah ciptaan yang memiliki hakekat yang mirip dengan Allah), Adopsionisme (Yesus hanya manusia biasa yang akhirnya diangkat menjadi Allah), Ebionites (Yesus adalah manusia biasa, namun diperanakkan dan diberi kuasa yang luar biasa oleh Roh Kudus). Perdebatan di atas ternyata sampai sekarang masih terus berlanjut. Walaupun beberapa aspek dari perdebatan kontemporer hanya mengulang apa yang dulu sudah ada (tidak ada yang baru di bawah matahari, Pkt. 1:9), namun pendekatan yang mereka lakukan terus mengalami modifikasi.

Inti Perdebatan
Untuk mempermudah pemahaman, serangan terhadap keilahian Yesus dapat dikelompokkan sebagai berikut: Pertama, mereka yang membedakan antara Yesus Sejarah (Historical Jesus) dan Kristus Iman (the Christ of Faith). Sejak awal abad ke-18 para theolog liberal mulai mempopulerkan teori bahwa figur Yesus yang ditampilkan dalam Alkitab berbeda dengan figur Yesus yang pernah hidup di dunia. Semua hal supranatural yang berkaitan dengan Yesus (keilahian, mujizat dan kebangkitan-Nya) dianggap hanya sebagai refleksi theologis para penulis terhadap kehidupan Yesus di dunia yang mereka yakini sangat manusiawi. Beberapa sarjana bahkan sangat skeptis terhadap kemungkinan menemukan figur Yesus yang pernah ada di dunia (Rudolf Bultmann, Jesus and the Word, terj. Louise Pettibone Smith dan Erminie Huntress Lantero, Charles Scribner’s Sons, 1958; Jesus Christ and Mythology, SCM Press, 1960). Pandangan seperti ini sampai sekarang masih dipopulerkan oleh para penganut Jesus Seminar (Dominic Crossan, Robert Funk, Marcus Borg). Jika pandangan seperti ini diterima, maka keilahian Yesus yang diajarkan dalam Alkitab dengan sendiri akan ditolak, karena dianggap tidak berasal dari Yesus.
Mereka yang menganut pandangan di atas umumnya menganggap para penulis Alkitab dipengaruhi oleh pola pikir Hellenis pada waktu itu yang dipenuhi dengan hal-hal supranatural. Para penulis Alkitab tidak bermaksud membohongi pembacanya, karena para pembaca memahami catatan supranatural itu hanya sebagai metafora yang merefleksikan konsep theologis tertentu. Selain menghilangkan (baca: menafsirkan ulang secara metaforis) hal-hal yang supranatural, mereka juga menggunakan kriteria-kriteria tertentu untuk menyelidiki apakah suatu ucapan maupun tindakan dalam kitab-kitab Injil memang berasal dari Yesus atau hanya karangan para penulis Alkitab.
Kedua, mereka yang menganggap doktrin Tritunggal (terutama keilahian Yesus) sebagai produk pergumulan theologis gereja abad permulaan. Menurut mereka, istilah dan konsep Tritunggal tidak pernah diajarkan dalam Alkitab. Doktrin ini hanyalah respons gereja terhadap berbagai bidat waktu itu. Pandangan yang lebih lunak melihat keilahian Yesus dalam Perjanjian Baru secara fungsional, tetapi bukan ontologis (Oscar Cullman, The Christology of the New Testament, 1963). Artinya, para penulis Alkitab tidak pernah membahas tentang natur/hakekat keilahian-Nya, karena yang menjadi pergumulan mereka pada abad ke-1 adalah fungsi Yesus, bukan hakekat-Nya. Doktrin Tritunggal yang diajarkan gereja sangat bernuansa Hellenis yang sarat dengan pemikiran metafisik yang tidak konkret.
Ketiga, mereka yang menganggap doktrin Tritunggal (terutama keilahian Yesus) sebagai hal yang kontradiktif. Konsep “satu hakekat Allah dalam tiga pribadi” dianggap secara logis tidak masuk akal. Konsep “Anak diperanakkan secara kekal dari Bapa” (eternal generation of the Son) juga dipahami sebagai kontradiksi: bagaimana peristiwa kelahiran (berarti dalam kurun waktu tertentu yang dilahirkan pernah tidak ada) bisa terjadi secara kekal? Untuk membuat doktrin ini menjadi lebih masuk akal, perbedaan di antara Trintunggal hanya dibatasi daam konteks fungsi. Jadi, Tritunggal dipahami sebagai “satu hakekat dan satu pribadi Allah, tetapi tiga fungsi”. Walaupun konsep ini tetap menganggap Yesus sebagai Alah, tetapi mengaburkan perbedaan pribadi antara Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Keempat, mereka yang menafsirkan ulang teks-teks tradisional yang mengajarkan keilahian Kristus. Contoh: mereka mencoba menjelaskan bahwa gelar theos (“Allah”) atau kurios(“Tuhan”) untuk Yesus tidak secara eksklusif merujuk pada keilahian-Nya, karena dalam Perjanjian Lama sebutan ‘el atau‘elohim (“Allah”) maupun adonay (“Tuhan”) bisa merujuk pada pribadi lain di luar Allah, misalnya “Musa” (Kel. 7:1), “orang kuat” (Yeh 31:11), tuan (Kel. 21:6; 22:8, 9, 28). Dalam literatur sekuler waktu itu sebutan “Allah dan Tuhan” kadangkala dipakai untuk pemimpin politis, misalnya kaisar atau ratu. Sebutan “Anak Allah” yang dipakai Yesus juga dipahami dengan cara yang sama. Sebutan ini hanyalah penyebutan biasa, karena dalam Perjanjian Lama sebutan ini juga bisa dipakai untuk para malaikat (Kej. 6:1-4; Ayb. 1:6; Mzm. 29:1). Mereka yang menolak keilahian Kristus juga tidak lupa mempermasalahkan beberapa ayat tentang Tritunggal atau keilahian Yesus yang dianggap tidak asli, misalnya 1 Yohanes 5:7b-8a.
Terakhir, mereka yang menafsirkan ayat-ayat tertentu sebagai argumen untuk menentang keilahian Yesus. Teks yang paling sering dipermasalahkan antara lain Amsal 8:22 dan Wahyu 3:14. Penyebutan untuk Yesus sebagai “yang sulung di antara ciptaan” (Kol. 1:15) juga dianggap membuktikan bahwa Yesus hanyalah ciptaan pertama. Beberapa ayat yang tampaknya mengajarkan keterbatasan Yesus (Mat. 24:36//Mrk. 13:32; Yoh. 5:19) turut dipakai sebagai argumen untuk menentang keilahian-Nya. Pendeknya, mereka tetap mengagungkan Yesus, tetapi buan dalam kesamaan hakekat dengan Bapa. Yesus mungkin ilahi, tetapi tidak sehakekat atau setara dengan Bapa (Yoh. 14:28b).

Pembahasan
Dari lima inti perdebatan di atas terlihat bahwa permasalahan yang ada terlalu kompleks (filosofis, historis, biblikal) dan menyangkut hal-hal yang sangat detil (penyelidikan eksegetis setiap ayat yang diperdebatkan). Makalah ini tidak mungkin dapat membahas semua aspek tersebut secara memuaskan dan detil. Dengan pertimbangan ini, pembahasan dalam makalah ini hanya akan dipaparkan secara umum. Penyelidikan detil hanya akan diberikan jika berkaitan dengan hal-hal yang sangat penting.
Konsep tentang keilahian bersumber dari Yesus sendiri
Pandangan theolog liberal yang membedakan antara Yesus Sejarah dan Kristus Iman hanyalah sebuah dugaan yang tidak memiliki argumen biblika yang kuat. Pendapat mereka lebih banyak ditentukan oleh presuposisi antisupranaturalisme yang mereka anut. Beberapa kriteria yang dipakai mereka untuk membedakan antara Yesus Sejarah dan Kristus Iman ternyata tidak mereka ikuti secara konsisten.
Konsekuensi menolak keilahian Kristus
1. Kita menjadikan Allah sebagai pendusta (1Yoh. 5:10).
2. Tidak memiliki hidup kekal (1Yoh. 4:15).

CHANGE YOU CAN BELIEVE IN

oleh: Pdt. Effendi Susanto, S.Th.
Nats: Titus 1:11-13; 2:1-15
Di awal tahun ini kita ingin mencoba merefleksi kembali kepada tahun 2008, peristiwa sejarah apa yang menjadi momen yang paling penting di tahun yang sudah lewat ini? Paling tidak ada satu momen yang paling teratas dan tidak bisa kita lupakan yaitu pemilihan presiden orang hitam pertama USA, Barack Obama. Itu adalah momen sejarah yang tidak bisa dilupakan orang. Siapa yang pernah berpikir dan bermimpi ada presiden orang hitam terpilih di Amerika Serikat? “Change you can believe in” itu menjadi slogan dari Barack Obama, satu perubahan yang engkau pernah impikan bisa terjadi di dalam hidupmu. Hari ini saya ingin bicara akan hal itu:change you can believe in. Kenapa? Tahun sudah berubah dan berganti tetapi kita masih menjadi orang lama, itu merupakan suatu kesedihan yang luar biasa. Saya harap kita memasuki tahun yang baru dengan semangat yang baru, dengan hati dan perubahan yang baru. Kita perlu mengalami perubahan di dalam hidup ini. Kalau kita tidak berubah kita akan ditelan oleh zaman, sebab orang-orang di sekitar kita, zaman di mana kita hidup juga mengalami perubahan. Jangan biarkan stereotype masa lampau terus mengikat hidup saudara.
Itu kalimat yang dikeluarkan oleh Paulus. Ada prophet, salah seorang bijaksana dari mereka sendiri, bukan orang lain yang ngomong, melihat hidup orang-orang Kreta mengatakan, “Dasar, orang-orang ini memang tidak bisa berubah. Orang-orang Kreta adalah orang pemalas, pembohong, berotak kosong!” Paulus mengeluarkan kalimat ini kepada orang Kristen yang ada di Kreta, “Ini adalah stereotype yang jangan sampai terbukti benar adanya di dalam realitas kenyataan kepada dirimu sebagai orang Kristen. Jangan sampai engkau sebagai orang Kristen Kreta pun sama-sama pemalas, pembohong dan berotak kosong. Nothing changedi dalam hidupmu.” Ini adalah kalimat yang luar biasa.
Saya percaya kita hidup di dalam dunia yang penuh denganstereotype seperti ini. Melihat orang berkulit ini, berasal dari ras itu, maka dia pasti akan melakukan tindakan seperti itu. Siapa yang bisa percaya Barack Obama terpilih menjadi presiden? Apakah dia dipilih karena dia orang berkulit hitamkah? Atau karena ada kualitas yang lain di dalam dirinya sehingga orang lupa dia berkulit hitam? Dia dipilih karena dia hitam ataukah dia dipilih karena orang lupa dia hitam? Saya percaya jawabannya adalah yang kedua, karena dia merubah dan mentransformasi stereotype orang mengenai orang hitam, sampai akhirnya orang lupa dia orang hitam. Sehingga orang putih pun memilih dia, orang yang lain pun memilih dia oleh sebab stereotype orang hitam yang mungkin bukan orangeducated, yang tidak mempunyai pikiran sehat, yang tidak mungkin bisa duduk menjadi presiden di Amerika. Kenapa ini sampai menjadi momen sejarah? Presiden Mugabe pasti marah-marah, “...begitu saja jadi sejarah… presiden hitam banyak di Afrika!”
Mari kita belajar mengalami perubahan yang harus melewati stereotype yang mungkin ada pada dirimu. Sering kali akhirnya kita sudah punya asumsi, kita memang tidak bisa berubah, sama saja seperti tahun-tahun yang lalu. Itu berarti kita sudah hidup di dalam stereotype yang sama. Paulus tidak ingin hal itu terjadi. Memang nabi mereka bilang, dan tragisnya memang kalimat itu benar adanya. TETAPI, engkau adalah orang Kristen. You can change, you can be transformed and you can become someone beyond your stereotype of Cretans, you are a Christian. Ini adalah kalimat Paulus yang indah sekali. Jangan biarkan kamu menjadi orang Kristen di satu tempat di mana orang sudah menganggap tidak mungkin ada orang baik dari daerah asalmu. Paulus tegas sekali bicara, orang Kreta orang yang tidak bisa dipercaya, mereka adalah orang-orang yang pemalas, yang tidak bisa dan tidak mungkin memiliki masa depan dan pengharapan. Bagaimana kita belajar menjadi orang yang mengalami transformasi dan perubahan?
Di dalam bukunya John C. Maxwell memperlihatkan beberapa ciri dari seorang yang gagal. Salah satu ciri yang paling utama adalah orang itu tidak mau mengalami perubahan. Perubahan itu memang tidak gampang dan tidak mengenakkan. Kalau saudara memasuki tahun 2009, saudara tidak memiliki spirit yang lebih besar daripada tahun lalu, saudara tidak mempunyai optimisme yang lebih tinggi daripada tahun lalu, saudara tidak mempunyai hati yang lebih cinta dan lebih besar kepada Tuhan daripada tahun lalu, itu berarti saudara mempunyai jiwa yang reluctant untuk mengalami satu perubahan. Jangan biarkan stereotype itu terus menjadi nasib di dalam hidup kita. Pada waktu orang sudah menentukanstereotype itu kepada diri kita dan kita sendiri mengambil itu sebagai excuses bagi kegagalan kita, ‘memang personality saya begitu… memang warna kulit saya sudah begitu… memang demikian saya adanya.’ Itu asumsi yang tidak boleh ada di dalam diri kita.
Paulus menyebut dua kali “because” muncul menjadi dasar kita harus berubah. Titus 2:1, “Tetapi kamu tidak demikian…” kata Paulus. Biarpun realitas hidup orang-orang Kreta terbukti benar seperti stereotype mereka, tetapi kamu orang Kristen Kreta tidak boleh seperti itu. Kekristenan merubah stereotype personalitas saudara. Buktikan Kekristenan merubah warna kulit saudara. Buktikan iman kepada Tuhan merubah pengalaman dan konsep masa lampau hidup saudara. Itu yang Paulus katakan kepada jemaat di Kreta.
Mengapa kita tidak ingin mengalami perubahan? Apa yang menjadi halangan dan penggajal di dalam hidup kita?
Perhatikan konteks dari surat Titus ini memperlihatkan kepada kita jiwa dan filosifi orang Kreta sama seperti orang Yahudi. Nabi mereka sendiri sudah menyebutkan stereotype orang Kreta yang pembohong, pemalas, dan berotak kosong. Lalu di ayat 14 Paulus bicara mengenai orang Yahudi yang nampaknya hidup suci di tengah-tengah mereka, banyak orang Kristen merasa itulah gaya hidup yang harus diikuti. tetapi Paulus bilang mereka hanya hidup suci di luar padahal di dalamnya bobrok. kenapa Paulus memakai dua konteks ini? Orang mengatakan, “Dasar orang Kreta, tidak ada bedanya jadi Kristen atau tidak jadi Kristen, tetap seperti itu…” Paulus mengatakan saudara tidak akan jadi seperti itu dan tenggelam di dalam kehidupan yang sama, perubahan hanya bisa terjadi asal saudara belajar untuk silent, yaitu jangan mengikuti prinsip hidup rohani orang Yahudi yang ingin suci, tetapi kesucian hidup mereka adalah satu kesucian yang melawan hidup, yaitu dengan separasi, tidak mau menyentuh yang lain, lalu dengan begitu merasa diri lebih suci. Kita bukan hidup menjadi orang Kristen rohani yang pergi ke gunung lalu menganggap semua yang di dunia ini sampah adanya. Kita tidak dipanggil untuk hidup seperti itu. Kita dipanggil untuk masuk kehidupan yang kotor sekalipun namun tetap bisa menjadi orang yang suci. Maka Paulus meminta jangan kita hidup dengan suara-suara bernada negatif di dalam hidup ini. Don’t let the negative mindset control your life.
Mari kita lihat Mazmur 119:67 lalu kita compare dengan ayat 71. “Sebelum aku tertindas, aku menyimpang…” Ayat 71 “Bahwa aku tertindas, itu baik bagiku, supaya dari situ aku belajar menghargai firman-Mu ya Allah.” Kalau disuruh memilih antara “went astray” atau “afflicted” antara bad or worse, kita mungkin tidak mau pilih dua-duanya. Tetapi buat pemazmur kalaupun dia harus memilih, maka dia akan memilih “afflicted” dan dia akan terima hal itu dengan sukacita. Saya pilih bankrut, saya pilih mengalami kesulitan, karena dari situ saya mengerti indah, bernilai dan berharganya hidup lebih dekat dengan Tuhan. Tuhan pakai tongkat-Nya menarik domba yang sudah lari, walaupun sakit di leher itu baik bagiku karena itu membawaku lebih dekat kepada-Nya. Bagaimana bisa melihat yang bad lebih bagus daripada worse dan masih melihatnya dengan sukacita, itu bergantung dari bagaimana kacamata kita melihatnya, bukan? Tetapi kalau kacamatanya sudah salah, apa pun yang dipilih tetap tidak memuaskan kita. Berhenti dengan sikap spiritual negatif seperti itu.
Bagaimana stereotype orang Kreta yang pembohong, pemalas, berotak kosong, itu tiga kata yang tidak ada baiknya, tetapi sebagai orang Kristen kita sudah menjadi anak Tuhan. Bagaimana bisa merubah gaya hidup yang tidak suci menjadi suci? Bagaimana bisa merubah seorang pembohong menjadi seorang yang punya integritas berkata-kata dengan benar? Bagaimana bisa merubah seorang pemalas menjadi seorang yang rajin? Bagaimana bisa merubah orang yang hanya mementingkan diri sendiri menjadi seorang yang bermurah hati dan generous? How can that be? Pertama, jangan menjadi orang yang negatif terhadap hidup.
Film “Yesman” intinya mengajarkan posibilitas apa yang bisa terjadi di dalam hidupmu jika engkau always say ‘yes’ mengenai segala hal. Ini satu tawaran yang luar biasa indah karena sesungguhnya banyak orang hidup seperti Jim Carey, yaitu hidup yang cranky terhadap hidup ini. Hidup yang bersifat negatif, yang memisahkan diri dari hidup ini. Paulus bilang nampaknya seolah itu hidup yang rohani, tetapi itu adalah hidup yang membuatmu benci terhadap hidup. Orang yang memiliki rohani seperti itu tidak mau berhubungan dengan orang lain, menganggap orang lain lebih jelek daripada dia. Ditawari kesempatan, menolak. Ditawari kesenangan, curiga. Diberi kemungkinan naik gaji, takut. Kalau kita punya anggapan seperti itu, maka seumur hidup kita akan penuh dengan prasangka negatif, menganggap orang lebih jelek, orang tidak rohani, dsb. Orang yang seperti itu adalah orang yang paranoid, yang melihat hidup ini melawan dia sehingga dia akan terus-menerus hidup melawan hidup ini. Akhirnya setiap kesempatan yang datang kepadanya dihadapi dengan curiga. Orang seperti ini selalu merasa hidupnya akan menjadi jauh lebih baik kalau situasi di luar memperlakukan dia dengan baik, orang yang selalu merasa dia akan menjadi lebih baik kalau orang baik kepada dia. Jangan menjadi orang Kristen seperti itu. Nikmati the blessing of life yang memang Tuhan berikan untuk kita nikmati. Belajar hidup mendengar suara dan kalimat yang indah, yang meng-encourage kita untuk mencintai dan menghargai hidup ini.
Kedua, maka Paulus membawa kembali esensi yang penting ketika saudara menjadi seorang Kristen, memberikan prinsip yang sama, baik kepada para kakek, para nenek tua, kaum muda-mudi dan para budak, hidup seperti apa yang sangat akurat dia tuliskan. Kepada orang tua laki-laki, orang tua perempuan dan wanita muda, hendaklah punya self control dan bisa menguasai diri dengan benar. Paulus sadar berarti ini bukan hal yang gampang. Mungkin dari sini kita bisa punya gambaran orang Kreta itu adalah orang yang emosional dan gampang tersinggung, gampang ngamuk, gampang ribut, gampang marah. Itu tidak gampang bisa terjadi pada mereka yang pada dasarnya sudah seperti itu. Bisakah perubahan itu terjadi? You menjadi orang Kreta yang mengeluarkan kata-kata yang benar. Menjadi orang Kreta tetapi penuh dengan kalimat-kalimat yang memiliki isi. Menjadi orang Kreta you bekerja dengan giat dan keras. Itu bisa terjadi. Bagaimana caranya? Karena di ayat 11 Paulus mengatakan, kasih karunia Allah yang sudah menebus dan menyucikan kita sudah nyata. Semua theolog Reformed mengatakan lahir baru dan penebusan Kristus mendatangkan transformasi dan perubahan hidup yang sungguh-sungguh pada diri orang percaya. Itu sebab saya selalu percaya, pada waktu seseorang mengalami pertobatan, maka akan terjadi perubahan di dalam hidupnya, seperti yang Paulus nyatakan di dalam 2 Korintus 7:11 yaitu perubahan di dalam pikirannya, perubahan di dalam hatinya yang guilty, tidak mau lagi hidup seperti dulu, terjadi hati yang takut berbuat kesalahan kepada Tuhan, memiliki hati yang rindu untuk bersekutu dengan Tuhan. Dengan sendirinya dia akan rajin membaca Alkitab, rajin berdoa, dengan sendirinya dia akan giat dan mau melayani Tuhan, dengan sendirinya dia akan menjadi orang yang sedih untuk membayar kembali orang yang pernah dia rugikan waktu dia masih berdosa. Beberapa aspek ini memperlihatkan perubahan yang terjadi pada diri orang yang percaya Tuhan.
Martin Luther, Bapa Reformator memberikan bukti yang sederhana dan simple bagaimana dia tahu seseorang itu sudah mengalami transformasi dalam hidupnya dalam 3 aspek ini: transformasi itu akan merubah pikirannya, merubah hatinya, dan merubah dompetnya. Maksudnya orang itu adalah orang yang tidak lagi mengutamakan dirinya sendiri.
Anugerah Allah bisa memberikan perubahan di dalam hidup saudara. Itu sebab saya bersyukur dan terharu mendengar kesaksian-kesaksian saudara bagaimana transformasi terjadi di dalam dirimu. Orang yang tadinya mengalami kesulitan, tetapi Tuhan memberikan kekuatan untuk dia bisa melewatinya. Itu adalah suatu transformasi yang indah, meskipun orang itu tidak langsung sekaligus menjadi lebih hebat. Tetapi ada bukti growing yang melewati fase, di mana dia mengalami perubahan. You bisa kecewa kepada Tuhan, tetapi sesudahnya engkau bisa maju mencintai Tuhan lebih daripada itu. Ada masanya terik matahari mungkin menyebabkan pohon itu tidak menghasilkan buah, tetapi ada masanya nanti pohon itu akan menghasilkan buah, sebab dia memiliki akar. Growing tidak berarti kita akan perfect sempurna tanpa ada cacat cela dan kelemahan di masa-masa yang lampau. Tetapi growing berarti kelemahan itu makin lama makin terkikis tinggal sedikit.
Karena karunia Allah, penebusan Kristus sudah memberikan perubahan kepada hidup saudara, maka kita mesti maju terus. Itu kalimat Paulus di dalam surat Filipi, apa yang dahulu menjadi kegagalan sudah saya tinggalkan di belakang. mataku tertuju ke depan dan kakiku terus berjalan menuju ke sana. Tidak berarti aku sudah sempurna, tetapi aku terus berusaha mengejarnya (Flp. 3:12-13). Ada kuasa transformasi penebusan Tuhan kita Yesus Kristus di atas kayu salib. Itu adalah kekuatan yang memberikan kepada kita pengharapan mengenai janji yang pasti. Pada waktu kita mengalami kesulitan, kegagalan, kekecewaan, jangan pernah melupakan mata kita untuk mengarah kembali kepada salib Tuhan Yesus. Segala sesuatu yang terjadi di situ hanya ingin menoreh satu tulisan yang penting di dalam hatimu: engkau adalah orang yang dicintai dan dikasihi oleh Tuhan. Jangan pernah tidak menghargai dan mencintai hidupmu. Kita bisa gagal, kita bisa jatuh, kita bisa kecewa, kita bisa mengalami kesulitan di tahun yang lalu, namun itu tidak memberhentikan kita terus berjalan.
Paulus menyadari bagaimana transformasi itu melewati satu proses yang tidak gampang, karena di ayat 12 dia memakai satu kata yang penting yaitu “disiplin.” Tuhan mendisiplin kita, Tuhan mendidik kita. Dengan kata itu berarti Paulus melihat proses terjadi sebab Tuhan sudah memberi hati yang baru di dalam hidupmu. Saya tidak akan pernah meragukan kesungguhan dan cinta orang kepada Tuhan kalauTuhan sudah memberi hati yang baru kepada dia. Yang ada adalah dia belajar dari kesalahan, dia bertumbuh di situ, dari kesuksesan dia belajar menjadi orang yang rendah hati. Maka Paulus bilang kita perlu disiplin, kita perlu dididik, kita perlu terus mengalami proses itu.
Ketiga, you harus memiliki satu hati yang punya komitmen yang sungguh. Komitmen itu merupakan aspek yang penting sekali. Memang kita belum maju, kita belum mencapai dankita belum mendapatkannya, tetapi sudah ada satu komitmen, itu merupakan hal yang penting sekali. Goethe mengeluarkan satu kalimat yang baik sekali, pada waktu seseorang memiliki kekurangan di dalam komitmen, ada sedikit keengganan. Kalau ada ruang keengganan, berarti ada ruang untuk step back. Lemah komitmen membikin ruang keengganan, ruang keengganan membuat ruang untuk mundur. Itu sebab saudara perlu belajar untuk strong memiliki komitmen untuk terus berjalan maju. Kalau saudara sudah siap-siap untuk step back berarti seumur hidupmu engkau tidak pernah efektif menjalaninya. Maka hidup yang tidak efektif bukan karena kurangskill, bukan karena kurang pintar, bukan karena kurang hebat, dan bukan karena tidak punya kesempatan, tetapi karena lack of commitment.
Belajar untuk mencoba, dididik, disiplin, berjalan terus, itu kalimat yang dipakai oleh Paulus. Maka change akan terjadi sebab engkau memiliki komitmen untuk mengarahkan hati dan hidup untuk berjalan maju dan lebih bertumbuh. Biar kita rela didisiplin untuk bisa lebih maju, kita rela menerima pembentukan itu dan menyadari kata proses pendidikan itu berarti sesuatu yang terjadi bukan secara gampang. Kita pikir hidup itu bisa gampang disulap dan di-magic, padahal kita tidak pernah menyadari yang main sulap pun perlu latihan berjam-jam. Keempat, kata Paulus, engkau perlu hope, menantikan pengharapan. Change sometimes happens in the future, that’s why you need hope. Martin Luther King Jr. hanya bisa bermimpi, “I have a dream, one my sons and daughters be judged not by the color of their skin but by the quality of their lives.” Akhirnya setelah lebih dari 40 tahun mimpi itu lewat perubahan terjadi sebab ada orang yang percaya akan hal itu dan ada orang yang persistent akan hal itu terjadi. Sekali lagi bukan karena dia berklit hitam, tetapi karena ada hal-hal yang dia kerjakan melampauistereotype itu. You boleh menjadi orang Kreta, tetapi ada hal-hal di dalam hidupmu yang membuat engkau melampaui pemikiran orang yang merendahkanmu sebagai orang Kreta. Perubahan terjadi sebab kita memiliki pengharapan. Pengharapan merupakan bensin yang menggerakkan mesin kehidupan kita. Tetapi pada waktu seseorang sudah kehilangan pengharapan itu di dalam dirinya, boleh kita katakan hidup orang itu sudah hilang. Pengharapan itu berarti kita percaya kita bisa berubah, hidup kita bisa berubah. Pengharapan memang selalu di depan, pengharapan itu memang tidak bisa kita lihat. Tetapi orang yang memiliki pengharapan ke depan, walaupun itu tidak kelihatan, dia bisa mendapatkannya melalui hidupnya yang joyful dan penuh dengan gratitude. Hidup kita penuh dengan syukur, hidup kita penuh dengan sukacita di masa sekarang. Kita akan memasuki satu tahun yang mungkin sulit, tetapi biar kita belajar bertahan dan bersabar melewati kesulitan itu, dan engkau akan memiliki pengharapan menjalani tahun yang baru dengan hidup joyful dan gratitude di hadapan Tuhan. (kz)
PAHLAWAN-PAHLAWAN KRISTUS
oleh: Pdt. Buby N. Ticoalu, D.Min.
Nats: 1 Tawarikh 11:10-12:33

Dalam suasana Natal ini sekali lagi saya mau mengajak kita membaca firman Tuhan dari 1 Tawarikh pasal 11 dan 12. Kalau saya bacakan bagian ini mungkin saudara akan segera tertidur karena ada begitu banyak nama-nama yang disebutkan dan sepertinya tidak ada cerita di sini. Tetapi kita akan melihat butir-butir mutiara yang begitu indah di dalam bagian ini.
Di sini tertulis, "Inilah kepala-kepala para pahlawan yang mengiringi Daud, yang telah memberi dukungan yang kuat kepadanya, bersama-sama seluruh Israel guna mencapai kedudukan raja dan yang mengangkat dia sebagai raja, seperti yang difirmankan Tuhan mengenai Israel.." Jadi jelas dia menduduki kedudukan raja seperti yang difirmankan Tuhan mengenai Israel. Pahlawan-pahlawan Daud yang ditunjukkan di sini adalah orang-orang yang sungguh-sungguh dengan jelas sekali berjuang mati-matian. Dengan lelah mereka berjuang untuk berperang dengan mempertaruhkan segala-galanya dan mereka tidak melihat ke kiri dan kanan. Inilah karakter-karakter di dalam diri pahlawan yang menyatakan bagaimana mereka berjuang dengan lelah di dalam mendukung Daud. Mereka berperang bagi Tuhan. Pertanyaan kita di sini, bagaimana pahlawan-pahlawan dengan karakter mereka ini?
1. Orang-orang yang gagah berani.
Sepintas lalu kelihatannya orang-orang yang mendukung Daud ini adalah orang-orang yang luar biasa, mempunyai suatu kemampuan yang luar biasa. Mereka sangat hebat, mereka terampil dan mereka sangat berani untuk berperang menerobos pasukan-pasukan musuh. Mereka bukan nekad, tetapi benar-benar mempunyai satu motivasi yang murni di dalam pelayanan. Mereka sungguh-sungguh mendukung Daud. Kenapa? Karena mereka tahu bahwa Daud ini adalah orang yang dipilih Tuhan, maka itu sebabnya mereka dengan berani mempertaruhkan segala-galanya untuk berjuang dan mempertahankan apa yang mereka yakini sebagai kehendak Tuhan.
Pada waktu kita memikirkan sifat yang seperti ini, di zaman ini di tengah-tengah tantangan yang kita sedang hadapi maka kita sekarang perlu berpikir di manakah sebenarnya orang-orang yang betul-betul sebagai pahlawan-pahlawan yang berani di tengah-tengah dunia ini? Di manakah pahlawan-pahlawan iman yang berkata sebagai orang Kristen yang benar-benar mempertaruhkan hidupnya berjuang bagi Tuhan, bukan menjadi orang Kristen yang hanya menikmati berkat-berkat Tuhan, tetapi menjadi orang-orang Kristen yang benar-benar tangguh untuk berperang? Di sini yang saya maksudkan dengan keberanian adalah dengan segala kemampuan yang ada pada kita yang berbeda-beda berani kita berikan demi untuk mendukung pekerjaan Tuhan yang kita mengerti sebagai satu kehendak Allah sesuai dengan firman-Nya. Maka itu sebabnya mereka menyatakan keberanian mereka. Di manakah pahlawan-pahlawan yang begitu berani?
Dari sejak dulu kita lihat memang pekerjaan Tuhan membutuhkan orang-orang yang mempunyai suatu niat dan hati yang berani berkorban. Omong kosong kita berkata kita berani berkorban diri, omong kosong kita mengatakan bahwa kita berani mengorbankan hidup kita jikalau apa yang Tuhan percayakan kepada kita tidak berani kita berikan untuk Tuhan. Di sini perlu kita pikirkan baik-baik pengorbanan Allah pada waktu memberikan Anak-Nya yang tunggal dengan luar biasa itu bukan diresponi dengan semacam perasaan yang emosional, dengan kita merasa begitu syahdu merayakan Natal, tetapi tidak ada hati yang terbakar untuk Tuhan. Itu omong kosong merayakan Natal.
2. Orang-orang yang berhikmat.
Kemudian kita melihat dukungan yang kedua dari pahlawan Daud di 1 Tawarikh 12:32 "dari bani Isakhar, orang-orang yang mempunyai pengertian tentang saat-saat yang baik sehingga mereka mengetahui apa yang harus diperbuat oleh orang Israel…" Inilah orang-orang yang bukan saja menyatakan keberanian mereka, tetapi ini adalah orang-orang yang Tuhan berikan hikmat untuk menilai zaman, untuk mengerti akan zaman ini dan tahu apa yang harus diperbuatnya. Ini penting sekali. Mengetahui apa yang sedang terjadi dan mengetahui apa yang harus dilakukan. Kita ingat bagaimana Yesus Tuhan pernah mengeritik dengan tajam sekali dan berkata kepada orang-orang Farisi dan ahli Taurat, "Kamu dapat menilai bagaimana cuaca, hari akan panas atau akan hujan, tetapi kamu tidak dapat menilai zaman ini.." Tetapi orang-orang yang mendukung Daud ini hebat sekali, mereka menilai zaman dan tahu apa yang harus diperbuat. Berarti ada hikmat untuk mengerti di tengah-tengah situasi yang seperti ini apa yang harus kita perbuat. Situasi dunia belum pernah dan tidak akan pernah menjadi lebih baik, tetapi kita perlu tahu bukan hanya dengan keberanian, tetapi perlu tahu apa yang harus kita perbuat.
Orang-orang Kristen yang dibutuhkan pada hari ini adalah orang-orang Kristen yang mempunyai hikmat untuk mengerti dan tahu apa yang harus diperbuatnya di tengah zaman ini. Saudara mungkin berada di tempat ini merasa semuanya berjalan dengan aman dan baik, tetapi Kekristenan di seluruh dunia ini bukan berada dalam keadaan yang aman. Bagaimana kita sebagai satu bagian dari Gereja yang kudus dan am ini, satu Gereja di mana orang-orang yang dipanggil oleh Tuhan harus mempunyai hikmat, bukan cuma berani. Karena hari ini ada banyak orang yang juga berani, ada banyak orang yang begitu bersemangat, tetapi sayang sekali tidak punya hikmat. Maka itu sebabnya Paulus berkata, "Perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang yang tidak bijaksana, tetapi hendaklah kamu jadi bijaksana. Jangan kamu menjadi bodoh dan tidak mengerti, tetapi mengertilah akan kehendak Allah." Ini satu hal yang saya kira merupakan hal yang sungguh-sungguh serius sekali. Perhatikan ini adalah pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa dan mereka berani berjuang, inilah pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa dan mempunyai hikmat, tahu apa yang harus diperbuat. Sayang sekali kalau saya harus berkata, banyak orang Kristen di Indonesia ikut kebaktian ramainya bukan main, tetapi maaf kalau saya berkata terlalu banyak yang bodoh, tidak mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan. Rasanya puas bagi diri sendiri, mempunyai banyak pergumulan lalu datang kebaktian merasa diberkati, senang dan ada damai lalu pulang, kemudian berhenti sampai di sana. Kalau Yesus lahir hanya untuk kepentingan diri kita sendiri diselamatkan, kalau Yesus lahir hanya supaya kita menikmati kehidupan ini dan merasakan berkat-berkat-Nya, alangkah malangnya kita ini dan alangkah tidak bernilainya kelahiran Kristus. Yesus lahir untuk keselamatan dunia ini. Kita mendapatkan keselamatan itu, kita juga terpanggil untuk supaya menjadi berkat bagi banyak orang. Menilai zaman ini dengan hikmat dan bukan dengan bodoh. Bukan sekadar dengan semangat yang berkobar-kobar tetapi dengan hikmat untuk tahu apa yang harus diperbuat.
Saya mau menantang saudara untuk berpikir apa yang harus saudara perbuat bagi zaman ini bagi gereja saudara dan bagi kehidupan saudara. Apa yang harus saudara perbuat? Jangan cuma datang ke gereja hanya untuk berdoa minta usaha supaya lebih baik. Jangan datang ke gereja dan berdoa minta Tuhan memberkati diri saudara, hanya itu yang saudara doakan. Tetapi hendaklah mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan di tengah-tengah zaman ini. Tuhan membutuhkan orang-orang seperti ini.
3. Orang-orang yang tidak bercabang hati.
Dan yang ke tiga dari pahlawan-pahlawan ini ada di 1 Tawarikh 12:33, "..dari Zebulon orang-orang yang sanggup berperang dengan berbagai senjata, 50.000 orang yang siap memberi bantuan dengan tidak bercabang hati." Betapa luar biasa kerajaan Daud ini, didukung oleh orang-orang yang berani, tetapi bukan orang-orang bodoh. Orang-orang berani tetapi juga berhikmat yang tahu apa yang harus diperbuat dan sekarang mereka dilengkapi dengan orang-orang yang tidak bercabang hati. Ada integritas yang jelas sekali dalam kehidupan mereka. Kesetiaan, loyalitas yang tidak bercabang hati, siap memberi bantuan, siap untuk melayani, siap untuk melakukan kehendak Allah. Ini adalah yang dikatakan di sini. Betapa indahnya tonggak-tonggak di dalam kerajaan Daud. Mereka mendukungnya dengan keberanian, hikmat bijaksana, dan betul-betul dengan tidak bercabang hati. Bagi saya hal yang ketiga ini serius sekali. Terlalu banyak orang-orang yang berkata sebagai orang Kristen tetapi bercabang hati. Di manakah pahlawan-pahlawan Kristus yang tidak bercabang hati pada zaman ini? Itu yang Tuhan butuhkan. Bercabang hati adalah hal yang menjadi kebencian bagi Tuhan. Yakobus berkata, "sucikan hidupmu, kuduskan hatimu dan jangan bercabang hati." Di tengah-tengah tantangan dunia ini terlalu gampang kita kemudian punya hati bercabang. Di tengah-tengah merayakan Natal sekalipun banyak kali kita bercabang hati. Bukan untuk kemuliaan nama Tuhan tetapi untuk kenikmatan kita sendiri. Di mana integritas Kekristenan kalau demikian?
Daud didukung oleh orang-orang yang luar biasa, yang tidak bercabang hati, siap memberikan bantuan kapan saja diperlukan dan mereka melakukannya dengan tidak bercabang hati. Mengapa? Karena mereka tahu Daud adalah raja yang diurapi oleh Allah. Mereka tahu kerajaan Israel itu adalah seturut dengan kehendak Allah untuk menjadi berkat bagi banyak orang dan di situlah mereka mengambil bagiannya. Dan kenapa mereka begitu berani? Satu ayat kunci yang kita baca tadi: Tuhan yang memberikan mereka kemenangan. Bukan soal mereka, tetapi di sini Tuhan memberikan mereka kemenangan yang besar. Mereka tahu mereka itu disertai oleh Tuhan. Dalam Yesaya 9 yang kita baca tadi jelas sekali terlihat theological connectionnya, "...kecemburuan Tuhan semesta alam akan melakukan hal ini.." Di sini bukan soal cemburu yang kita mengerti, tetapi gairah dan semangat yang luar biasa, keinginan yang dalam yang dinyatakan Tuhan yang akan menggenapkannya. Daud sebagai raja didukung, dan Allah menggenapkan rencana keselamatan melalui siapa? Jelas sekali melalui Anak Daud itu yang dijanjikan di sini dan kerajaan-Nya yang tidak berkesudahan di sini ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan. Kecemburuan Tuhan Allah sendiri yang akan menggenapkannya. Dan kerajaan Daud itu menuju kepada kerajaan Allah, Yesus sebagai Raja dan itulah yang kita rayakan, Yesus yang bukan lagi di palungan tetapi Yesus sebagai Raja di dalam kerajaan Allah yang oleh kecemburuan Tuhan itu digenapkan. Betapa kita lihat satu hal yang luar biasa. Kalau orang-orang ini bisa setia kepada raja Daud, di sini ada Raja yang di atas segala raja yaitu Yesus Kristus. Kalau mereka boleh setia kepada Daud, berapa banyak orang-orang Kristen yang kemudian boleh setia kepada Tuhan, Raja yang di atas segala raja.
Kemudian kita lihat yang terakhir, cerita tadi kita lihat sebagai satu perenungan, bukan penafsiran. Waktu itu Daud merindukan air yang ada dari sumur Betlehem. Daud pada waktu itu seperti sedanghomesick, seperti kita bicara mau makan soto Sulung yang di Surabaya. Orang yang sudah lama di luar negeri mulai pikir rujak cingur yang ada di Malang itu enaknya bukan main. Yang lain sudah mau pulang ke Jakarta berpikir, bakmi Gajah Mada itu enak sekali. Daudpun demikian. "Oh alangkah indahnya kalau ada orang yang mengambilkan air dari sumur yang di Betlehem itu." Padahal orang Filistin ada di sana. Pahlawan-pahlawan ini tidak ada yang mengkomando. Mereka terobos pertahanan orang Filistin, ambil air itu demi Daud dan membawanya kepada Daud. Tetapi Daud tidak berani minum. "Bagaimana aku minum air ini? Saya tidak layak menerimanya. Ini bukan air, ini darah." Dan ia persembahkan air itu kepada Tuhan. Kenapa? Yang layak menerima korban seperti ini, Daud tahu, bukan aku tetapi Dia yaitu Raja yang di atas segala raja, yang lahir di Betlehem. Dialah yang layak untuk menerima segala sesuatu itu. Dan kalau Daud mengatakan, oh betapa rindu aku untuk minum air dari Betlehem itu, apa kata Tuhan Yesus? "Barangsiapa yang haus baiklah ia datang kepada-Ku dan minum." Yesus memanggil. Tetapi pertanyaannya, berapa banyak orang yang bisa datang ke Air yang Hidup itu? Bagaimana mereka bisa datang kalau tidak ada orang yang membawanya? Di manakah pahlawan-pahlawan iman yang seperti pendukung Daud, bisa membawa orang datang kepada Air Hidup itu? Kita tidak perlu menerobos tentara Filistin untuk mengambil air, tetapi kita dibutuhkan sebagai orang-orang yang akan membawa orang lain kepada Kristus yang berkata, barangsiapa haus baiklah ia datang kepada-Ku dan minum. Pada waktu saya merenung sampai di sini hati saya tergugah. Di hadapan Tuhan saya menangis, dan hati saya memang bertanya, di tengah sekian banyak orang yang berteriak haus di tengah dunia ini, yang tidak punya pengharapan, di tengah-tengah orang yang sedang minum air mata dalam pergumulan kehidupan ini, di manakah pahlawan-pahlawan Kristus yang rela berkorban membawa mereka kepada Air Hidup itu? Di manakah orang Kristen yang bukan cuma berpuas diri, tetapi rela dengan sungguh-sungguh, dengan berani dan tidak bercabang hati, dengan hikmat untuk membawa orang-orang itu datang kepada Tuhan. Yesus mengundang orang-orang datang kepada-Nya, tetapi pertanyaannya adalah: siapa yang membawa orang-orang itu? Siapa yang rela menembus tantangan untuk membawa orang-orang itu kepada Tuhan? Itulah pertanyaannya bagi kita. Saya berkata hari ini, omong kosong kita bicara Natal, kalau Natal itu tidak menjadi bagian bagi orang lain. Kalau kita kemudian tidak membawa arti Natal Air Hidup itu bagi orang lain. Kalau kita tidak bisa bawa orang lain datang kepada Tuhan Yesus maka kita tahu Natal tidak ada arti apa-apa lagi. Kalau pahlawan-pahlawan itu bisa mendukung Daud, di manakah pahlawan-pahlawan iman pada hari ini? Saudara dan saya untuk rela membawa orang-orang yang haus, dapati mereka, yang sedang minum air mata menghadapi Natal untuk mereka datang ke Air Hidup, menerima-Nya, dan mempunyai hidup yang berkelimpahan. Betapa manisnya Natal itu kalau didukung oleh orang-orang yang sungguh sebagai pahlawan-pahlawan di dalam Tuhan. (Kz)

Sumber:
Ringkasan khotbah Pdt. Buby N. Ticoalu di Kebaktian Natal di Mimbar Reformed Injili Indonesia (MRII) Sydney, Australia tanggal 7 Desember 2003.