Rabu, 12 November 2008

MUSA, PEMIMPIN PILIHAN TUHAN

oleh: Ev. Ir. Pieters K. Pindardhi, M.Div.
(salah satu dosen di Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia–STTRII Jakarta yang meraih gelar Master of Divinity–M.Div. dari STTRII Jakarta)

Nats: Keluaran 3:1-10

Kali ini kita akan merenungkan satu topik tentang “Musa Pemimpin Pilihan Tuhan.” Topik ini dapat dikembangkan lebih jauh berkaitan dengan bagaimana Allah memimpin orang-orang Kristen untuk melayani Dia dan menjadi hamba-hamba-Nya.

Topik mengenai “Musa pemimpin pilihan Allah” itu dapat dikaitkan dengan bagaimana prinsip-prinsip yang terjadi dalam Allah memanggil Musa, jikalau dikaitkan dengan kita. Hari ini saya mengajak kita belajar lima alasan Musa yang hampir saja mengubur Musa. Alasan musa ini merupakan alasan yang hebat dan itu secara orisinil bisa juga muncul dalam benak kita yang kita pikir inilah alasan yang hebat namun setelah kita bandingkan dengan Musa ternyata alasan itu pernah dipakai oleh Musa juga. Dan jikalau itu alasan hebat bagaimanakah Tuhan memberikan alasan yang tepat sehingga Musa akhirnya harus mengikuti apa yang Tuhan mau.

Pertama, Musa merasa kurang mampu (Kel. 3:10-11). Di dalam bagian ini kita melihat bagaimana jawaban Musa terhadap pertanyaan Tuhan. Jawaban Musa terhadap Tuhan merupakan suatu pertanyaan retoris yang seolah-olah suatu pertanyaan yang sulit bagi Tuhan. Di sini alasan yang pertama yang Musa berikan adalah Musa merasa kurang mampu. Hal ini dapat kita mengerti, karena pada waktu seseorang memasuki usia yang kira-kira melebihi 50 tahun maka secara biopsikososial ia tidak mengalami kebugaran lagi atau biopsikososial itu hampir tidak ada lagi. Jadi kebugaran secara biologis, secara psikologis, secara sosiologis itu mengalami pengurangan yang banyak sekali. Seorang ahli mengatakan seorang yang berusia 50 tahun ke bawah 10% nya mengalami sumbatan serotik di batang leher. Sumbatan ini akan mengakibatkan kekurangan pengurangan saluran darah ke otak dan itu akan mengakibatkan penurunan daya pikir. Dan 40% orang yang berusia 50 tahun ke atas mengalami penyumbatan semacam ini. Perhatikan Musa sudah berusia 80 tahun tatkala Tuhan memanggil sehingga dia merasa sudah tua, sudah rapuh dan sudah tidak berdaya. Siapa saya Tuhan? Ini merupakan satu ungkapan yang dilontarkan Musa kepada Tuhan yang seolah-olah logis dari sisi Musa. Waktu Musa memberikan sanggahan ini, apakah yang menjadi jawaban Tuhan? Tuhan menjawab, “Bukankah Aku akan menyertai engkau.” Di sini waktu Musa mengungkapkan aku tidak mampu Tuhan, sanggahannya dihadapkan dengan keberadaan diri Allah. Kamu akan berhadapan dengan Firaun bukankah Aku menyertai engkau. Dengan demikian Tuhan sedang menegaskan diri dengan satu pribadi yang lebih besar daripada Firaun, yang lebih perkasa, lebih hebat daripada Firaun. Dan jikalau Musa mengatakan tugasku terlalu besar Tuhan membawa bangsa Israel, Tuhan juga mengatakan, “Lihatlah Aku, Aku menyertai engkau.” Itu berarti Tuhan yang berkarya melalui hidup Musa. Lihatlah pribadi Tuhan, lihatlah Tuhan adalah Tuhan yang berkarya. Itu yang dimaksud Tuhan dengan jawaban ini. Jangan pandang dirimu yang merasa tidak mampu atau tidak berdaya, ada Tuhan yang berkarya melalui dirimu. Itu menjadi alasan yang cukup untuk engkau bergerak. Musa pasti menjadi gentar karena kalau kita lihat di pasal tiga dia dari seorang gembala sekarang dia dipanggil untuk menjadi pemimpin bangsa Israel dan harus memimpin orang yang begitu banyak. Ini tidak mudah! Tapi Tuhan mengatakan, "Bukankah Aku menyertai engkau? (ay. 12) Di sini kita dapat menyimpulkan bahwa Allah adalah oknum yang ribuan tahun pakar di dalam menolong manusia." Hal ini harus menjadi kesimpulan dari setiap anak Tuhan dari jawaban terhadap Musa.

Kedua, Musa merasa kurang mengerti (Kel. 3:13). Sanggahan Musa yang kedua Musa merasa kurang mengerti, merasa kurang mampu. Musa berpikir kalau nanti dia bertemu dengan orang-orang apa yang harus saya katakan, Tuhan? Saya tidak tahu harus bicara apa? Setelah Musa memberikan sanggahan semacam ini. Tuhan memberikan jawaban kepada Musa, “Aku adalah Aku.” Di sini Allah memberikan solusi kepada Musa dengan menjelaskan tentang diriNya. Allah menjawab, “Aku adalah Aku.” (I Am that I Am) Ini menunjukkan bahwa Allah merupakan keberadaan yang terus ada dan tidak berubah. Di dalam kalimat ini Allah mengatakan, “Inilah aku Allah yang tidak berubah di dalam janji-Ku untuk menjaga umat keturunan Abraham ini, Aku yang tidak berubah di dalam rencana-Ku.” Ini adalah ketidakberubahan yang menjadi ciri kesempurnaan Allah dan semua ini akan digenapi. Ketidakberubahan ini menjadi ciri kesempurnaan Allah yang diperkenalkan Allah kepada Musa. Waktu Musa merasa kurang mengerti, Allah memberikan pertolongan melalui cara: (1) Tuhan memberikan pengertian tentang siapa diri-Nya? (2) Allah menyatakan strategiNya (ay. 15-16). Di sini Allah menyuruh Musa untuk menemui para tua-tua Israel di mana melalui mereka nanti diberikan dan dijabarkan hal yang Allah akan sampaikan. Dan Tuhan akan memberikan bimbingan untuk apa yang harus dia katakan. (3) Allah juga memberikan pengharapannya (ay. 18). Kata ‘dan bilamana mereka mendengar perkataanmu’ di dalam ayat 18 ini terjemahanan lain, “mereka akan mendengar perkataanmu.” Ini solusi yang Tuhan berikan atas ketidakmengertian Musa.

Ketiga, Musa merasa kurang kredibilitas (Kel. 4:1) Sanggahan ketiga Musa merasa kurang kredibilitas. Aristoteles mengatakan kalau kita mau menjadi pembicara yang meyakinkan minimal kita harus memiliki tiga kriteria yaitu (1) good sense yaitu pengertian yang baik, logikalisasi yang baik yang sistematika yang tertata baik itu akan menolong orang akan memahami berita kita. (2) good motivation. Jadi waktu kita bicara mereka sadar bahwa itu untuk keuntungan mereka jikalu pendengar sadar sepenuhnya ini akan menjadi kekuatan pengaruh yang meyakinkan didalam pembicaraan kita. (3) good moral character yaitu pribadi yang berintegritas baik perkataan maupun tingkah laku itu menjadi satu kesatuan dan hidupnya menjadi seorang yang menunjukkan moralitas yang baik. Jikalau tiga hal ini dipadukan ini adalah hal-hal natural yang jikalau dibentuk dan dilatih akan menjadikan orang diyakinkan terhadap perkataan kita. Musa pada waktu itu berkata Tuhan saya ini kurang kredibilitas kalau mereka tidak percaya bagaimana? Musa belum pernah bertemu mereka tiba-tiba bertemu mereka lalu menyebut diri sebagai pemimpin. Kalau mereka tidak percaya bagaimana Tuhan? Secara natural Musa merasa tidak mempunyai syarat sebagai pemimpin mereka. Musa jawabannya dalam hal ini seolah-olah logis. Lalu jawaban Tuhan bagaimana dalam hal ini? Dalam Kel. 4:2, Tuhan menjawab yang intinya Tuhan berkuasa untuk menolong secara supernatural. Musa merasa tidak meyakinkan secara natural untuk dipakai oleh Tuhan, tetapi di mata Allah hal-hal natural tidak menjadi keterbatasan bagi Tuhan, karena Tuhan berkuasa menolong secara supernatural. Di dalam pelayanan kerajaan Allah hal-hal natural memang tidak cukup untuk melayani Tuhan perlu kuasa supernatural. Jadi apa yang dikemukakan oleh Aristoteles yang bersifat natural masih belum cukup, kita masih memerlukan hal yang supernatural. Apalagi waktu kita memberitakan firman Tuhan itu perlu pertolongan Roh Kudus. Tongkat menjadi ular itu baru mungkin jikalau kuasa supernatural Tuhan yang menolongnya.

Keempat, Musa merasa dia tidak mampu bicara (Kel. 4:10; Kel. 6:29). Musa berpuluh-puluh tahun di Mesir menjadi gembala domba. Lalu sekarang dia harus mengurus bangsa Israel, manajemennya bagaimana, logistiknya bagaimana. Lalu bagaimana mengkoordinasi orang-orang dan tua-tua. Lalu nanti menghadap Firaun bagaimana? Tuhan saya tidak bisa bicara Tuhan. ini menjadi keluhan dari Musa. Ini jikalau kita pikirkan seolah-olah menjadi hal yang logis. Tuhan menjawab, “Siapakah yang membuat lidah manusia. Siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, yang membuat orang buta melihat. Bukankah Aku ini Tuhan. Oleh sebab itu pergilah aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau apa yang harus engkau katakan. Di sini prinsipnya, “Pergi dulu baru Tuhan akan mengajar engkau.” Ini berkaitan dengan providensia Allah di dalam pemerintahan Allah. Providensi Allah di sini didefinisikan sebagai kekuatan Ilahi yang bekerja sama dengan hukum-hukumnya yang telah ditetapkan oleh Tuhan bekerja sama begitu rupa sehingga mencapai apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Di dalam providensia Allah Tuhan akan menggarap. Tuhan mengatakan kepada Musa, “Pergi Aku akan menyertai lidahmu.” Saudara mari kita juga mengambil tekad dihadapan Tuhan dan melibatkan diri lalu Tuhan akan menggarap itu. Jikalau tidak kita akan sepeti jemaat Korintus yang mubazir semua karunia dan akan menjadi kengerian pengajaran bagi jemaat digenerasi berikutnya.

Kelima, di sini Musa merasa kurang berani (Kel. 4:13). Di dalam bagian-bagian sebelumnya Tuhan sudah memaparkan diri-Nya, memaparkan strategi-Nya, memaparkan pengharapan-Nya dan sudah memaparkan cara Dia menolong secara supernatural. Lalu Musa masih mengatakan Tuhan itu semua masih tidak ada artinya buat aku. Utus orang lain saja. Pada titik inilah Tuhan marah sekali dengan Musa. Saudara, pada titik tertentu kadang-kadang kita memilih mana yang kita takuti. Musa harus memilih dia harus takut pada Firaun atau pada firman Tuhan. Pada waktu Tuhan murka baru Musa sadar dan pada detik itu Musa tidak bisa berdalih lagi. Tuhan sudah memberikan suatu prinsip-prinsip di mana kita harus mengambil sikap di dalam pelayanan. Jikalau tidak, pada saat tertentu Tuhan memberikan pilihan maka hanya ada dua kemungkinan: melayani Tuhan atau melayani diri. Melibatkan diri atau membuang diri. Saudara jikalau pada titik terakhir Tuhan tidak murka, Tuhan tidak marah ini akan menjadi pelajaran buruk bagi generasi berikutnya. Jikalau Tuhan sudah panggil seseorang Tuhan akan tuntut dan orang tersebut tidak mungkin lari dari Tuhan. Mengapa kita harus mengalami murka Tuhan lebih dahulu? Kenapa harus membangkang dan mengalami kesialan lebih dahulu? Alangkah baiknya kalau kita mau taat dan menggarap apa yang Tuhan mau kita kerjakan. Musa akhirnya mau karena dia sadar memang itu harus digarap. Musa memiliki visi dari Tuhan yaitu suatu pemahaman yang jelas tentang realita di depan yang seharusnya. Dibandingkan fakta sekarang yang membuat dia tidak rela dan bertekad untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan kehendak Tuhan. Visi adalah satu pemahaman tentang realitas di depan yang harus terjadi. Dan ketidakrelaan akan fakta sekarang menuntut diri untuk merealisir di kemudian hari. Ketika Musa memahami ini, maka dia mau melibatkan diri. Mari kita pikir hidup kita tahun ini. saya berdoa kiranya Firman Tuhan yang kita dengar pagi ini boleh menjadi kekuatan bagi kita untuk melayani Tuhan. Amin!

Sumber:
Ringkasan Khotbah Ev. Pieters K. Pindardhi di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya tanggal 17 Januari 1999

"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1Samuel 16:7b)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar