Rabu, 12 November 2008

The Act of Grace, Faithful, and Fruitful
oleh: Pdt. Effendi Susanto, S.Th.

Nats: 2 Kor. 9:6-15; 8:1-5

Dalam suratnya kepada jemaat Korintus, Paulus memuji mereka karena di dalam pelayanan firman, jemaat Korintus memiliki ketaatan. “They praise God for your confession of the gospel of Jesus Christ which is faithful…” (2Kor. 9:13). Ini hal yang terpenting. Tetapi pelayanan hidup Kekristenan kita bukan saja perlu kesetiaan, tetapi juga perlu hidup yang berbuah. Not only faithful but also fruitful. Kita tidak hanya membuktikan kesetiaan kita, tetapi kita juga dipanggil untuk menyatakan satu hidup yang berkelimpahan. Paulus memuji jemaat Korintus di dalam pelayanan Injil, di dalam hidup mengikut Tuhan, mereka sudah menyatakan ketaatan terhadap pengakuan akan Injil Kristus. Tetapi bukan itu saja, sekarang Paulus ingin mendesak satu hal yaitu apakah mereka juga menyatakan hidup Kristen mereka adalah hidup Kristen yang berbuah dengan melimpah.

Titus diutus oleh Paulus ke Korintus untuk membereskan persoalan yang berat yang terjadi di sana. Paulus kemudian mendengar beberapa kabar melalui Titus, ada good news tetapi ada juga bad news. Kabar baiknya ialah teguran Paulus yang keras melalui suratnya telah memberikan perubahan di dalam jemaat Korintus. Maka Paulus bersyukur untuk perkembangan baik ini. Dulu dia merasa menyesal karena teguran itu telah mendukakan hati mereka. Tetapi sekarang dia bersyukur karena ada hasil yang baik melalui berita yang disampaikan oleh Titus terjadi transformasi hidup, terjadi pertobatan, terjadi perubahan hidup.

Tetapi ada kabar kurang baik yang disampaikan Titus. Kita akan melihat konteksnya terlebih dahulu di pasal 8 dan 9. Di pasal 9:1-2 kita melihat Korintus adalah ibukota dari negara bagian Akhaya, satu kota yang makmur dan jemaatnya rata-rata orang kaya. Sedangkan tidak jauh dari sana ada negara bagian Makedonia, di mana jemaatnya terdiri dari orang-orang yang sederhana. Jemaat Korintus yang kaya itu telah memulai satu proyek untuk mengirim bantuan uang kepada gereja di Yerusalem. Paulus mengatakan dengan bangga kepada jemaat di Makedonia dan daerah-daerah yang lain, “Akhaya sudah siap sejak tahun yang lalu…” Tetapi sekarang dia menjadi malu karena jemaat Korintus tidak lagi mengumpulkan uang untuk jemaat Yerusalem. Kita tidak tahu apa sebabnya. Maka dengan latar belakang ini, di pasal 8 dan 9 ini Paulus bicara mengenai konsep apa artinya kita memberi. Jadi sudah ada kerinduan, sudah ada hal yang baik untuk memulai karena mereka sadar mereka sudah mendapat berkat karena gereja Yerusalem mengutus misionari pergi sampai akhirnya mereka bangsa kafir bisa mendengar Injil. Tetapi ada perbedaan status sosial. Orang-orang Kristen non-Yahudi ini jauh lebih kaya daripada orang-orang Kristen Yahudi. Maka jemaat Korintus yang merasa berhutang budi dan berhutang Injil kepada jemaat Yerusalem memutuskan untuk mengirim uang kepada mereka. Ini yang membuat Paulus begitu bangga kepada mereka. Kerinduan ini lalu Paulus sampaikan juga ke daerah-daerah yang lain. Cuma akhirnya terjadi hal ini, Makedonia gereja yang begitu sederhana dan miskin justru bereaksi dengan sukacita dan merealisasikan proyek ini dengan baik. Mereka mengumpulkan uang, tetapi gereja Korintus justru tidak melakukannya. Maka Paulus bilang kepada mereka, jangan sampai kebanggaanku kepadamu menjadi luntur. Sebagai jemaat yang begitu berlimpah dengan kekayaan dan juga telah berinisiatif untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak boleh berhenti sampai di angan-angan, cita-cita dan ide saja. Jadi seorang Kristen jangan hanya suka melontarkan ide, tetapi harus juga diselesaikan, dijalankan dan dilakukan.

Maka di pasal 8 dan 9 ini Paulus khusus bicara mengenai “persembahan kasih”, the act of grace. Jadi dari konteksnya ini bukan bicara mengenai persembahan syukur yang rutin dijalankan, tetapi persembahan bantuan kepada jemaat di Yerusalem. Paulus menyebutnya sebagai ‘the act of grace,’ istilah ini menjadi satu hal yang penting sekali. Pertama, pemberian kasih kita tidak mungkin keluar dari hidup kita kalau tidak didorong dengan satu perasaan bahwa kita terlebih dahulu sudah mendapatkan anugerah Allah. Yang kedua, semakin sadar kita betapa besar anugerah yang datang kepada kita itu maka kita akan merasa apa pun yang kita beri tidak bisa melampaui anugerah yang kita sudah terima itu. Itu sebab di pasal 9:15 Paulus menutup dengan satu kalimat yang saudara dan saya harus akui sampai kapanpun tetap berhutang kepada Tuhan. Paulus mengatakan, “thanks to the Lord for His unspeakable gift…” Syukur kepada Allah oleh karena kasih karuniaNya yang tak terkatakan itu. Apakah ‘the unspeakable gift’ itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah Yesus Kristus. Dia adalah the unspeakable gift dari Allah. Paulus sadar sesungguh-sungguhnya, ini adalah anugerah Tuhan yang tidak sanggup kita ungkapkan dengan kata-kata, yang hanya bisa melahirkan rasa syukur kita kepada Tuhan. Hidup kita sebagai orang Kristen dilandasi dengan pemahaman seperti itu. Sehingga pada waktu kita memberi sesuatu, itu adalah ‘the act of grace.’ karena kesanggupan untuk memberi itu bukan datang dari kita. Kita sanggup untuk memberi sebab kita terlebih dahulu sudah diberi. Dan berapa besar hati kita untuk bisa memberi itu depends on berapa besar kita menilai dan menghargai anugerah itu. Maka Paulus mengingatkan kita, that grace is the unspeakable gift.

Jemaat Korintus merupakan jemaat yang jauh berbeda dibandingkan dengan jemaat Makedonia. Paulus bukan ingin mempermalukan jemaat Korintus, tetapi dia ingin komparasi dengan jemaat Makedonia itu boleh menjadi cambukan kepada jemaat Korintus. Pertama, jemaat Korintus yang sudah memulai tetapi malah yang lain yang menyelesaikannya. Kedua, di pasal 8:7 Paulus jelas-jelas mengatakan jemaat Korintus ini adalah jemaat yang kaya dibandingkan jemaat yang lain. Mereka kaya di dalam segala sesuatu, di dalam iman, di dalam perkataan, di dalam pengetahuan, di dalam kesungguhan dan di dalam kasih. Dan sekarang hendaklah juga mereka kaya di dalam pelayanan kasih itu. Kalau kita membaca surat-surat Paulus kepada jemaat yang lain, saudara dansaya akan melihat jelas jemaat Korintus memang adalah jemaat yang penuh dengan karunia. Mereka adalah jemaat yang ‘high class,’ jemaat yang memiliki pendidikan yang tinggi. Maka sekarang Paulus katakan, mari engkau juga kaya di dalam hidup yang memiliki generosity. Hidup yang sanggup bisa memberi kepada orang lain. Paulus membandingkan mereka dengan jemaat Makedonia, yang Paulus begitu sungkan karena mereka jemaat yang sangat sederhana dan miskin. Tetapi Paulus bersaksi kepada Korintus bahwa jemaat Makedonia ini memberi melampaui apa yang mereka punya. Itu sebab di sini kita bisa belajar sebagaimana kesadaran gereja Makedonia di dalam dua hal ini. Pertama, saya bisa memberi bukan karena saya punya, tetapi karena saya sudah terlebih dahulu menerima. Kedua, saya bisa memberi berlebih karena saya menghargai anugerah itu begitu indah di dalam hidupku.

Immanuel Kant, seorang filsuf yang mengajarkan “Imperative Ethics” bagi saya merupakan salah satu etika yang tinggi sekali, mengatakan, “Kalau engkau melakukan satu kebaikan for the goodness itself, itu baru suatu kebaikan yang benar. Sebab jikalau engkau melakukan satu kebaikan “karena”, kebaikanmu itu belum merupakan satu kebaikan tertinggi.” Ini adalah konsep yang luar biasa. Kalau engkau baik kepada seseorang “karena” dia sudah baik kepadamu, itu belum merupakan kebaikan yang tertinggi. Yang lebih rendah lagi adalah kalau engkau baik kepada seseorang “supaya” dia berbuat baik kepadamu. Kalau engkau memberi karena memberi itu sendiri , itu baru satu kebaikan tertinggi. Tuhan Yesus pernah mengatakan, kalau tangan kananmu memberi, janganlah tangan kirimu mengetahuinya (Mat. 6:3). Maksudnya apa? Mana ada tangan kanan memberi tanpa diketahui tangan kiri? Maksud Tuhan Yesus di sini, tangan kanan memberi, tangan kiri tidak boleh meminta balas. Jadi kalau kita memberi untuk mendapat balasan, itu bukan satu pemberian yang indah.

Maka Paulus mengatakan, pemberianmu adalah the act of grace. Kita memberi karena kita sudah mendapatkan anugerah yang kaya dan melimpah dari Tuhan. Jemaat Makedonia walaupun di dalam kesulitan dan kemiskinan bisa melakukan sesuatu melampaui apa yang ada di dalam hidup mereka. Itu adalah suatu hal yang sangat indah. Paulus memberikan beberapa prinsip di mana hidup kita adalah hidup karena sudah ditopang oleh anugerah Allah yang tak terkatakan itu, yang hanya bisa melahirkan hati yang bersyukur. Tetapi kita tidak boleh hanya sampai kepada satu sensasi syukur atas apa yang Tuhan sudah beri kepada kita, tetapi kita belajar menyatakan secara nyata bagaimana menjadi orang Kristen yang lebih murah hati.

Paulus mengatakan beberapa hal yang penting. Pertama, Tuhan tidak pernah menuntut orang untuk memberi melampaui apa yang dia tidak punya. Belajar memberi dari apa yang engkau punya (8:12). Kedua, belajar memberi karena engkau rela (9:7). Kata “rela” adalah kata yang tidak mudah. Rela itu merupakan kunci yang paling penting di dalam hidup kita yang membuat segala sesuatu menjadi enteng dan ringan. Kalau tidak rela, barang 1 kilo pun di tangan terasa berat bukan main. Jadi bukan berapa besar dan beratnya yang menentukan sesuatu tetapi berapa besar perasaan hati kita rela itu yang membuat keringanannya. Paulus bilang, kalau engkau punya hati yang rela, engkau memberi dengan sukacita. Kemudian Paulus memberikan prinsip bagaimana menjadi orang Kristen yang generous di pasal 9:6-15. Pertama, “camkanlah ini: orang yang menabur sedikit akan menuai sedikit, orang yang menabur banyak akan menuai banyak.” Artinya apa? Artinya, orang yang memberi tidak akan pernah kehilangan daripada apa yang dia sudah beri. Jadi pada waktu saudara memberi, saudara jangan berpikir ada sesuatu yang terhilang dari hidupmu. Prinsip ini memberitahukan kita, apa yang kita beri itu tidak akan pernah terhilang dari hidupmu. Sehingga the giver is never become the loser. Seorang yang memberi tidak akan pernah menjadi loser. Barangsiapa yang menabur banyak, dia akan menuai banyak. Barangsiapa menabur sedikit, dia akan menuai sedikit. Secara prinsip sederhana, logisnya kalau saudara tabur 10 benih padi, benih itu akan mengeluarkan 10 batang padi yang akan menghasilkan lebih banyak dari 10 benih yang tadi saudara tabur. Tetapi kalau yang kita tabur itu sesuatu yang abstrak, analogi tadi akan sulit untuk kita pahami.

Banyak hamba Tuhan dari Prosperity “Theology” memakai ayat ini mengatakan, “Kalau saudara memberi $100, maka Tuhan akan memberkatimu $1000.” Itu penafsiran yang keliru, karena kalau kita membaca dengan teliti bagian ini Paulus tidak bicara seperti itu. Maksud ayat ini adalah apa yang engkau tabur itu tidak akan pernah hilang. Dia pasti akan menghasilkan buah. Buahnya adalah, pada waktu kita memberi sesuatu pasti akan mendapatkannya dengan berkelimpahan. Tetapi yang kita akan dapat itu tidak boleh dipersempit pengertiannya. Kalau saudara memberi perhatian dan waktu kepada orang, maka saudara mungkin akan mendapat bukan sekadar perhatian saja, tetapi hal-hal yang lain. Kalau saudara memberi bantuan uang kepada orang lain, saudara tidak hanya mendapat balik uang tetapi juga akan mendapatkan lebih daripada itu. Ayat 10, “engkau akan menghasilkan buah-buah kebenaran..” Dengan memberi sesuatu, the act of grace itu akan membuatmu lebih fruitful. Ada buah-buah kebenaran yang dihasilkan. Engkau menjadi orang yang kaya.

Rockefeller sendiri mengatakan, “Orang yang paling miskin di dalam dunia ini adalah orang yang tidak punya apa-apa selain uangnya.” Kekayaan kita tidak boleh hanya diukur dari satu aspek saja. Maka Paulus bilang, engkau akan melipat-gandakan dan menumpukkan buah-buah kebenaran. Engkau akan menjadi kaya. Dalam hal apa? Melalui the act of grace itu, melalui perhatian, waktu, doa dan pelayanan, saudara memberi uangmu untuk membantu orang, semua itu tidak pulang dengan sia-sia tetapi akan menghasilkan begitu banyak buah-buah kebenaran. Engkau akan menjadi seorang Kristen yang kaya, kaya di dalam kasih dan generosity, kaya di dalam kemurahan hati, kaya di dalam hal membangkitkan syukur kepada Allah (ayat 11). Pelayanan kasihmu itu bukan saja mencukupkan keperluan orang tetapi melimpahkan ucapan syukur orang itu kepada Tuhan. Engkau akan berlimpah dengan begitu banyak teman yang berdoa bagimu (ayat 14). Kaya dengan orang-orang yang banyak mendoakanmu. Betapa besar kekayaan ini, kalau saudara memiliki banyak teman-teman yang mendukung dan mendoakanmu, bukan? Betapa kayanya kalau saudara bukan hanya merupakan orang yang berlimpah dengan kemurahan hati memberi kepada orang lain tetapi berlimpah karena kebesaran hatimu. Betapa kayanya kalau melalui hidup yang memberi kepada orang, begitu banyak orang mengucap syukur kepada Tuhan. Apa lagi yang kita butuhkan selain hasil dan buah yang indah seperti itu?

Prinsip yang kedua, ayat 8 dan 10 “Dia yang menyediakan benih itu dan yang memberi roti untuk dimakan…” Prinsipnya, saya memberi sebab Tuhan yang provide terlebih dulu. Menjadi seorang Kristen adalah saya bersyukur kepada Tuhan. Saya memberi bukan karena saya berkelimpahan saja. Saya memberi oleh sebab Tuhan memberi dan menyediakannya kepada saya. Prinsip yang kedua, belajar menjadi seorang jurukunci yang setia terhadap apa yang Tuhan kasih kepada kita. Kenapa kita memberi? Sebab memang ini bukan punya kita, ini bukan milik saya selama-lamanya. Kita datang tidak membawa apa-apa, kita kembali kepada Tuhan kita juga tidak membawa apa yang kita punya selama di dunia. Kita datang dengan telanjang, waktu kita pergi kita hanya memakai stelan jas yang cukup baik. Paulus mengingatkan, semua yang kita punya itu Tuhan yang sediakan. Artinya, Tuhan memberi kepada kita, berarti kita hanya penatalayan Tuhan, orang yang belajar setia mengelola dan memakai apa yang sudah Tuhan beri kepada kita. Prinsip ini penting, prinsip ini menjadikan hidup orang Kristen menjadi hidup yang indah. Tuhan memberi kita anak, ini bukan anak kita. Tuhan memberi kita pekerjaan dan karir, ini bukan milik saya. Tuhan memberi kita keluarga, kita harus selalu berpikir ini semua adalah dari Tuhan dan saya mau kelak ini semua menjadi alat yang Tuhan pakai dan menjadi berkat bagi orang lain. Jiwa memberi selalu keluar dari hati seorang yang menyadari bahwa dia dipanggil Tuhan sebagai penatalayan yang setia terhadap apa yang Tuhan kasih.

Prinsip yang ketiga, ayat 8 “Allahku sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepadamu supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelimpahan di dalam berbagai kebajikan.” Dalam Fil.4:19 Paulus mengatakan, “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu…” Ingat akan hal ini, Allah kita itu kaya dan mulia. Artinya, Dia punya unlimited resources dan Dia sanggup mencukupkan segala keperluanmu, tetapi bukan keinginanmu. Tuhan tidak berjanji untuk mencukupkan segalanya. Orang sering bilang, bukankah Dia Allah yang kaya berarti Dia bisa memberi sebanyak yang saya mau, bukan? Saudara perhatikan, kalau Allah hanya memberimu $100, bukan berarti uang-Nya cekak. Tetapi Dia berjanji memberikan dan memenuhi apa yang kau perlukan. Dia Allah yang kaya, yang sanggup mencukupkan segala sesuatu, sehingga engkau hidup di dalam berkecukupan. Jadi Paulus menggabungkan dua hal, Tuhan berjanji Tuhan tidak pernah lalai di dalam mem-provide anak-anak-Nya yang berada di dalam pemeliharaan-Nya. Jangan berpikir bahwa Tuhan itu careless. Dia berjanji akan memberikan danmencukupkan apa yang kau perlukan. Itu sebab kenapa menjadi orang Kristen yang selalu kuatir dan merasa harus menyimpan sesuatu karena takut tidak punya? Tetapi muncul hal kedua, Allah juga adalah Allah memberi supaya kita berkecukupan. Kata ‘berkecukupan’ di dalam bahasa aslinya ‘autarke’, mungkin diterjemahkan: kesanggupan untuk hidup cukup dan puas dari apa yang ada. Sanggup untuk bisa hidup dari apa yang ada di tangan kita. Kita kadang-kadang sudah pikir lebih dahulu, kita tidak bisa hidup kalau tidak punya ini dan itu di tangan kita.

Berapa banyak sebenarnya yang kita rasa cukup untuk hidup satu hari? Orang sering berpikir bahwa yang dia perlu untuk hidup itu banyak sekali dan dia tidak bisa hidup kalau tidak punya semua itu. Coba kalau kita berada di dalam satu situasi di mana kita cuma punya satu potong roti untuk satu hari, kita baru sadar ternyata sepotong roti itu cukup untuk kebutuhan kita. Orang yang tersesat di hutan membuktikan dia bisa survive beberapa hari dengan dua potong permen di tasnya. Itu artinya bagaimana kita belajar hidup mencukupkan diri dengan yang kita perlu, itu artinya autarke. Tidak ada gunanya Tuhan kasih banyak kalau tidak ada hati yang berkecukupan. Hati yang berkecukupan itu membuat hati kita punya dasar dan alas. Kalau tidak, dia akan bocor terus, tidak pernah merasa cukup dikasih berapa banyakpun tidak akan penuh. Maka ayat ini menjadi indah sekali, Tuhan sanggup memenuhi segala sesuatu, namun engkau perlu belajar hidup berkecukupan. Bukan itu saja, engkau akan berlimpah di dalam kebajikan. Tanpa memiliki hati yang berkecukupan ini, maka prinsip untuk hidup menjadi berkat bagi orang lain menjadi tidak ada di dalam hidup kita. Itu sebab saya selalu mendefinisikan kata ‘cukup’ bukan kalau kita sudah mencapai satu standar tertentu sebab standar itu tidak akan pernah statis dan standar itu bersifat relatif pada setiap orang. Maka saya lebih setuju melihat cukup itu bukan berdasarkan apa yang saya bisa capai dan raih tetapi cukup itu ditandai dengan apa yang bisa keluar dari hidup seseorang. Kalau ada sesuatu mengalir dari hidup saudara, itu berarti saudara cukup dan puas dengan apa yang kau punya sehingga itu bisa mengalir keluar dari hidupmu.

Bukan Allah tidak sanggup mencukupkanmu. Dia memberi kasih karunia yang membuatmu bisa hidup berkecukupan, bahkan hidup berkelimpahan. Kelimpahan itu keluar dari kecukupan. Itu rahasianya. Kelimpahan tidak akan keluar kalau orang berpikir dia dapat yang banyak dulu baru berlimpah keluar. Kalau hatimu tidak dipenuhi dengan hati yang puas, you tidak akan pernah merasa cukup. Kelimpahan mengalir dari kecukupan. Jadilah seorang Kristen yang setia dan jadilah seorang Kristen yang berbuah. Hidup sebagai orang Kristen yang faithful dan hidup sebagai orang Kristen yang fruitful. (kz)

Sumber:
http://www.griisydney.org/ringkasan-khotbah/2008/2008/09/14/the-act-of-grace-faithful-and-fruitful/

Pengoreksi: Denny Teguh Sutandio

Tidak ada komentar:

Posting Komentar